Sumber gambar: liputan6.com
Memang tidak ada sesuatu yang mudah di negeri ini. Hal yang seharusnya sudah terang benderang pun bisa berubah menjadi abu - abu atau bahkan gelap kembali.
Saat terjadinya kisruh hasil tes kebangsaan KPK sebenarnya Jokowi sudah memberikan perintah yang sangat jelas, tes wawasan kebangsaan tidak boleh dijadikan alat untuk memecat pegawai KPK. Jika nilai tes tersebut masih belum memenuhi standar, maka hasilnya dijadikan bahan evaluasi personal dan institusi serta mereka yang belum lolos dibina agar sesuai dengan syarat.
Pun Jokowi menggarisbawahi bahwa sesuai keputusan MK, proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan staff KPK.
Namun perintah yang sudah sangat gamblang itu lalu ditafsirkan dan diterjemahkan dengan berbeda oleh Kepala BKN dan pimpinan KPK.
Perintah untuk membina ke 75 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan itu lalu diterjemahkan dengan hanya membina 24 pegawai KPK, sisanya yang 51 tetap dianggap tidak lulus dan bakal harus meninggalkan institusi ini alias dipecat. Alasannya ke 51 Pegawai KPK itu sudah masuk kategori merah, sudah tidak bisa dibina lagi.
Juga perintah MK tidak boleh merugikan pegawai KPK diterjemahkan dengan mengatakan bahwa ke 51 Pegawai KPK tersebut walaupun sudah dipecat tetap menerima hak mereka sebagai sebagai pegawai pecatan.
Tafsiran dan keputusan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar. Perintah dari Presiden kok diabaikan? Bahkan ada yang mengatakan bahwa ini sebagai bentuk pembangkangan dari perintah Presiden Jokowi.
Menelaah hal ini, lalu muncullah spekulasi, bahwa keputusan BKN dan KPK ini rupanya merupakan pesanan dari "orang kuat". Kalau tidak, mengapa mereka sampai berani membangkang perintah Presiden Jokowi?
Lalu siapakah orang - orang kuat tersebut?