Sumber gambar:Hobs.id
Penulis yakin, tidak ada seorangpun mengira bahwa di jaman seperti ini ada suatu wabah yang membuat dunia bertekuk lutut dengan teror kematian yang menghantui jagad milenial ini.
Rasanya kita hidup dalam dunia kelam abad pertengahan di mana kala itu beberapa pendemi yang menghantui bumi ini.
Tapi, inilah kenyataannya. Tidak ada negara yang bisa jumawa dapat mengatasi pendemi ini. Termasuk Cina dan Amerika yang saat ini dianggap sebagai negara penguasa dunia.
Begitu parahnya situasi sehingga sampai saat ini tidak seorangpun yang bisa memprediksi sampai kapan semua bencana ini bisa berakhir sehingga dunia menjadi normal kembali.
Dalam kondisi ini banyak yang berharap bahwa dunia dan umat manusia bisa belajar dari situasi ini. Atau lebih tinggi lagi, adanya sikap pertobatan dan metanoia yang membuat manusia tidak lagi sombong dan menganggap seluruh isi dunia bisa dikuasai dan bahkan dirusak sesuka hati.
Namun, harapan ini nampaknya tidaklah bisa diumbar. Kenyataannya manusia adalah makhluk paling  keras kepala yang menghuni bumi ini.Â
Betapa tidak, dalam kondisi ini justru kita dipertontonkan sifat manusia bukannya berubah, tapi justru lebih menunjukkan siapa jati diri mereka.
Lihat saja. Dari para kepala negara adidaya yang dalam situasi seperti ini masih tetap memanfaatkan situasi kemanusiaan ini sebagai jembatan politik mereka. Daripada saling membantu untuk mengatasi masalah, mereka lebih asyik saling menyalahkan dan mencari kambing hitam.
Para politikus tetap menunggangi isu emergency ini sebagai tunggangan slogan politik pribadi.
Para pedagang nakal memanfaatkan malapetaka sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan menimbun barang kebutuhan dan menjualnya dengan berlipat ganda.