Pada tahun 2014 situs ini begitu populer karena saat itu kubu Prabowo mengklaim bahwa merekalah pemenangnya, padahal hasil Quick Count menghasilkan prediksi berbeda.Â
Tujuan para perintis Kawal Pemilu ini adalah membantu KPU sekaligus melayani masyarakat supaya hasil rekapitulasi surat suara bisa dihitung dan dikawal untuk menghindari kecurangan.Â
Hasil akhir dari Kawal Pemilu pada tahun 2014 hampir tidak berbeda dengan hasil resmi dari KPU.
Sedangkan informasi mengenai Jurdil 2019,dari laman website mereka di www.jurdil2019.org mengatakan bahwa:Â
"Jurdil2019 dikembangkan oleh aliansi Aktivis Alumni ITB Angkatan 1973 dan Professional IT, yg merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang peduli pada ditegakkannya norma kejujuran dan keadilan dalam Pilpres 2019, yang merupakan perwujudan dari kehidupan berdemokrasi Indonesia.".
Namun klaim ini adalah hasil kerja "Aktivis Alumni ITB 1973" atau Fortuga sudah dibantah oleh organisasi resmi Alumni ITB 1973 tersebut.Â
"Fortuga secara organisasi tidak berpartisipasi dalam rancang bangun maupun pendistribusian perangkat tersebut. Fortuga tidak bertanggung jawab terhadap isi dan akibat yang ditimbulkannya," kata Ketua Fortuga, Budi Mulia, dalam keterangan tertulis pada Sabtu (20/4). Diketahui Rizal Ramli adalah anggota dari Fortuga ini.
Kuat dugaan bahwa hasil dari survei Jurdil 2019 inilah yang menjadi sumber data yang dipakai oleh kubu Prabowo sebagai hasil "survei internal" mereka.Â
Jurdil 2019 memberikan angka kemenangan pada Prabowo berdasarkan hasil real count mereka 58 % ketika hasil quick count dari lembaga survei lain dipublikasikan.Â
Karena Jurdil 2019 hanya terdaftar di Bawaslu, tapi tidak termasuk lembaga survei yang resmi terdaftar di KPU sebagai lembaga survei quick count, hasil survei real count mereka tidak dipublikasikan secara umum.
Untuk membandingkan hasil real count ketiga lembaga ini kita perlu melihat hasil ini dari website mereka masing - masing.