Sumber gambar: BBCNews
Masalah Pemilu di luar negri yang sudah dilakukan masih menyisakan banyak pertanyaan.Â
Dari persoalan yang terjadi, ada tiga indikasi pelanggaran yang telah terjadi.Â
Pertama, Panitia yang tidak mengikuti peraturan baku Pemilu yang sebenarnya membolehkan para peserta pemilu yang antri dan sudah terdaftar untuk boleh mencoblos walaupun waktu pencoblosan sudah usai dengan menambah waktu sampai antrian yang sudah terdaftar selesai.
Kedua, ada kesan Panitia tidak mengantisipasi membludaknya pemilih dengan mempersiapkan lokasi dan peralatan pencoblosan yang cukup.
Ketiga, jumlah DPT jauh lebih kecil dari jumlah pemilih sebenarnya sehingga surat suara tidak mencukupi. Apakah ada kesengajaan mengurangi jumlah DPT?
Ketiga permasalahan ini mengakibatkan banyak peserta pemilu yang dipaksa untuk tidak bisa menggunakan haknya. Terutama yang terjadi di Hongkong dan Sidney.
Sebenarnya kedua persoalan di atas tidak harus terjadi.Â
Hal mengenai pengetahuan panitia TPS. Sebenarnya untuk panitia TPS, mereka sudah memiliki SOP atau tatacara yang tinggal dijalankan saja. Sebelum pelaksanaan pasti panitia ini sudah dipersiapkan dan dibriefing.
Pengalaman penulis sebagai panitia TPS, seandainya pun di lapangan ada persoalan atau kendala yang tidak terduga maka, panitia di TPS sudah punya nomor kontak ke orang yang bertanggung jawab di KPU untuk berdiskusi dan mengambil keputusan.
Persoalan membludaknya pemilih, hal ini juga agak aneh bisa terjadi. Tentu jauh - jauh hari panitia sudah mengetahui berapa jumlah pemilih di setiap TPS. Berdasarkan hal itu Panitia bisa mengantisipasi apakah menambah kotak pencoblosan suara atau bahkan menambah lokasi pencoblosan.Â