Nada dan katanya memang pedas dan beringas. Namun begitulah perasaan waktu itu. Situasi yang mungkin sulit  dihayati lagi di masa kini.Â
Kepedihan, kegeraman dan kemarahan para mahasiswa dan aktivis pada saat itu melahirkan kata-kata vulgar di atas.
Sekarang memang sudah sangat berubah. Ketika bangsa memutuskan bahwa TNI hanya bertugas untuk membela negara dan tidak lagi  masuk ke dunia sipil dan politik praktis.
Dan tentu saja kita sebagai bangsa harus berterima kasih pada para petinggi TNI, yang dengan konsisten menjaga institusi ini untuk kembali ke barak dan berusaha meningkatkan profesionalitas mereka sebagai tentara yang melindungi Rakyat dan NKRI.
Kembali ke kasus Robertus Robert. Mudah-mudahan ini hanya reaksi berlebihan dari polisi karena takut akibatnya yang bisa mengakibatkan pertikaian. Robertus sendiri sudah mengklarifikasi  bahwa sebelum ia menyanyikan lagu itu, dia memberikan pengantar bahwa bukan maksudnya menghina TNI.Â
Ya, dalam kondisi reformasi saat ini, tentu perlu diingatkankan bahwa luka lama akibat Dwi Fungsi ABRI jangan kembali.Â
Biarlah profesionalitas dan tekad untuk memperkuat pertahanan negara yang sekarang sedang dilakukan TNI tidak digoda  dengan hal yang sudah merupakan bagian dari sejarah.
Dengan kepala dingin, diharapkan pihak keamanan menangani hal ini secara profesional dan terukur. Dalam kondisi panas politik seperti saat ini, mudah-mudahan hal itu tidak menjadi jadi bara api baru.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H