Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bangkitnya Dwifungsi ABRI Mengancam Supremasi Sipil

26 Februari 2019   16:27 Diperbarui: 26 Februari 2019   17:17 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana untuk menempatkan personil TNI aktif di posisi-posisi sipil yang dilontarkan Luhut Binsar Panjaitan, menyentak cukup banyak orang. 

Meski, menurut Luhut mereka hanya akan ditempatkan di institusi dan departemen yang memang membutuhkan keahlian yang mereka miliki, tetap hal itu menjadi sensasi. Apalagi yang mengusulkan, adalah purnawirawan TNI. 

Kekhawatiran, protes dan kecaman langsung bermunculan. Bahkan sudah ada undangan untuk melakukan gerakan massa guna mengkritisi hal ini.

Sejarah Dwifungsi ABRI
Menurut catatan yang ada di Wikipedia, Dwifungsi ABRI dalah gagasan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. 

Dwifungsi sekaligus digunakan untuk membenarkan militer dalam meningkatkan pengaruhnya di pemerintahan Indonesia, termasuk kursi di parlemen hanya untuk militer, dan berada di posisi teratas dalam pelayanan publik nasional secara permanen.

Melalui dwifungsi dan "Orde Baru" sebagai kendaraan politik, tentara bisa masuk dalam semua jaring lapisan masyarakat Indonesia, dengan cara ini yang mencapai puncaknya pada 1990-an, namun masih tetap kuat setelahnya. 

Para perwira militer selama kepresidenan Soeharto memegang posisi kunci dalam semua tingkat pemerintahan di Indonesia, termasuk wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, perusahaan milik negara, peradilan, dan kabinet Soeharto.

Dwifungsi ABRI secara perlahan-lahan dihapuskan menyusul runtuhnya rezim Soeharto. Pada rapat pimpinan ABRI tahun 2000, disepakati untuk menghapus doktrin ini yang akan dimulai setelah  Pemilu 2004 diharapkan selesai pada Pemilu 2009.

Dwifungsi ABRI dan Supremasi Sipil
Mengapa hal ini begitu sensitif? Semua ini tak terlepas dari sejarah bangsa ini yang masih trauma dengan pengalaman masa lalu. Dimana Dwi fungsi ABRI tersebut masih menimbulkan luka yang cukup dalam. 

Mereka yang saat ini sudah setengah baya, pasti bisa bersaksi betapa dengan adanya Dwifungsi ABRI, kehidupan memang cenderung otoriter. 

Kedisiplinan kaku yang ada dan memang perlu di institusi militer, jika diterapkan di ranah sipil memang tidak sesuai. Demokrasi modern yang mengandaikan supremasi sipil menjadi terancam. Pemerintah yang dikuasai angkatan bersenjata cenderung menjadi pemerintahan diktator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun