Masa pemilu adalah era kampanye yang diisi dengan seribu janji.Â
Para caleg dan capres berlomba untuk menarik perhatian dan suara dengan janji - janji. Ini menjadi salah satu cara untuk memenangkan suara pemilih.
Namun sejauh mana umbar janji memang berguna. Setinggi apa janji sehingga tidak berbalik menjadi kontraproduktif?
Janji seolah gratis. Sepertinya hanya bermodal cuap - cuap dan nyali. Namun di situlah suatu keseimbangan paradoksal yang harus dicermati.
Seperti kata ungkapan lagu, memang lidah tak bertulang, tak terbatas kata - kata. Tapi jika janji itu melampaui titik tertentu akan menjadi tidak berarti, bahkan bisa menjadi bumerang. Alih - alih mau mendulang suara, tapi justru penggembosan pengikut. Mau menang tapi justru bangkrut.Â
Batas - batas apa yang bisa menjadi parameter janji sehingga mereka yang berjanji tidak menjadi bahan tertawaan dan badut?
Batas pertama adalah soal logika. Setiap janji memang harus ada bumbu penyedap, namun bumbu itu juga tidak boleh berlebihan. Kalau berlebihan, sehingga tak masuk logika maka janji itu bisa menjadi malapetaka.
Parameter berikut adalah realita. Tentu janji harus berdasarkan apa yang sudah pernah ada. Dalam hal ini, seorang politikus juga harus dikenal mempunyai track record yang sesuai dengan janjinya. Masyarakat bisa melihat bahwa sebelumnya dia pernah punya prestasi sesuai dengan janji yang ia sampaikan. Jika tidak, maka orang akan melihat janji itu sebagai bualan saja.
Batasan lain adalah ketulusan. Ini memang agak sulit diukur namun bisa dirasakan. Ketulusan akan mengakibatkan setiap janji yang diucapkan dirasakan adanya tekad dan komitmen untuk bisa mencapai nya.
Orang bisa merasa bahwa segala kebaikan dan kemajuan yang dijanjikan bukan terutama untuk keegoisan dirinya sendiri tapi sungguh untuk orang banyak. Seandainya janji itu nanti nya tidak terwujud sempurna, masyarakat bisa merasakan usaha dan tekad untuk mencapainya sudah paripurna.
Inilah beberapa batas dan parameter janji politik yang jika dilewati atau tidak diperhatikan akan berakibat janji itu hambar dan tidak berharga.