Sumber Photo: Sumb http://www.siperubahan.com
Dalam artikel lain, saya pernah menulis bahwa lokomotif pemerintahan Jokowi setelah hampir satu tahun ini mulai bergerak (lih.http://www.kompasiana.com/mariusgunawan/lokomotif-pemerintahan-jokowi-mulai-bergerak_555c23d4739773651730872b). Hal itu memang memberikan harapan baru, namun juga dapat diprediksikan bahwa pasti masih ada kerikil-kerikil atau bahkan ranjau-ranjau yang dapat memperlambat atau bahkan menghentikan lokomotif itu.
Di lain pihak, berdasarkan hasil survey, kepuasan dan dukungan terhadap pemerintahan Jokowi juga semakin menurun sehingga sumber dorongan dari masyarakat yang selama ini mendukungnya otomatis juga akan semakin kurang.
Sebenarnya, Jokowi juga sangat sadar akan hasil penilaian kinerja yang diberikan masyarakat ini semakin menurun dan ia beralasan bahwa “pil pahit” memang harus diberikan supaya penyakit menahun yang sudah kronis selama ini bisa disembuhkan. Namun tentu saja harus diperhitungkan sampai sejauh mana kekuatan masyarakat untuk merasakan ‘pil pahit’ tersebut untuk tetap punya harapan bahwa kesembuhan pasti akan terjadi.
Dalam kondisi seperti ini, seharusnya Jokowi tidak mengurangi lagi dukungan terhadap pemerintahannya dengan kebijakan-kebijakan kontroversial yang tidak perlu. Karena kebijakan tersebut sebenarnya tidak juga memberikan dampak yang signifikan dalam mendukung pemerintahannya. Bahkan dengan kebijakan kontroversial tersebut jelas menggerus dukungan terhadap dirinya.
Kebijakan yang dapat digolongkan dengan hal di atas, yang justru dilakukan oleh Jokowi baru-baru ini, menurut saya adalah dengan mengajukan calon tunggal Panglima TNI dan Kepala BIN.