sumber: http://3bintang-moviebox.blogspot.com/2011/01/kita-akan-diburu-oleh-keabadian.html
Ketika Jokowi mengumumkan untuk tidak jadi melantik BG yang disertai penghentian sementara AS dan BW diganti oleh tiga orang PLT : Johan Budi Sapto Prabowo, Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Aji, sebagian besar orang menarik nafas lega. Sekilas pilihan Jokowi ini cukup dimengerti sebagai "jalan tengah" karena tokoh-tokoh yang dia pilih cukup moderat, karena jika dia memilih orang-orang yang sudah terkenal "tegas" maka mungkin persoalan dengan POLRI akan sulit diatasi. Misalnya saja, pemilihan Taufiqurachman Ruki sebagai mantan polisi mungkin bisa menjembatani persoalan yang ada antara KPK dan POLRI. Namun hal itu rupanya tidak berlangsung lama karena disadari bahwa sebenarnya KPK masih dalam ancaman. Jika Johan Budi, tidak banyak yang memperbincangkannya, karena biar bagaimana beliau adalah orang internal. Namun dua orang tokoh pimpinan KPK yang selama ini dikenal "keras" dan "tegas" diganti dengan dua orang "baru", apakah cukup berimbang atau menurunkan mutu KPK?. Langsung setelah itu deretan penyelusuran track record pun bermunculan. Yang paling banyak diragukan adalah Indrianto Seno Aji. Ada beberapa data yang menyebabkan orang meragukan integritasnya untuk duduk sebagai pimpinan KPK. (http://www.tempo.co/read/news/2015/02/20/090643956/6-Rekam-Jejak-Indrianto-Seno-Aji-yang-Dinilai-Anti-KPK). Pasti beliau membantah, namun yang namanya "jejak" tidak bisa begitu saja dapat dihilangkan. Apalagi saat ini KPK sedang menangani kasus-kasus besar yang bersentuhan dengan "jejak"nya. Untuk Taufiequrachman Ruki sendiri, sebenarnya kekuatan beliau selain pernah menjadi pimpinan KPK pada periode pertama sebenarnya posisi beliau sebagai mantan anggota POLRI merupakan kekuatan untuk menyelesaikan konflik yang ada. Namun kalau diingat-ingat, selama periode berliau menjabat, rasanya tidak ada gebrakan pemberantasan korupsi yang bisa diingat. Ya, alasan bahwa pada periode tersebut lebih merupakan masa persiapan mungkin agak bisa menjadi alasan. Tapi di lain pihak, posisi sebagai mantan POLRI membuat orang menjadi ragu...apakah jika ada lagi kasus yang menyangkut tokoh POLRI beliau berani bertindak? Biar bagaimanapun insitusi POLRI sampai saat ini masih dalam peringkat puncak dalam ranking institusi yang paling korup di Indonesia.... Kembali pada pertanyaan di atas. Apakah pergantian ini mendatangkan manfaat atau bencana bagi KPK? Pertanyaan ini sangat layak diajukan, karena dengan adanya serangan masif yang akhir-akhir ini terjadi pada KPK, ada orang yang justru melihat bahwa pergantian ini lebih berbahaya untuk KPK. Mengapa? Jika orang yang salah dimasukkan atau lebih tegas lagi, jika memang sengaja orang tersebut diselundupkan maka seperti peristiwa pertempuran legendaris Yunani, ini ibarat Kuda Troya yang diselundupkan dalam benteng. Di mana dalam Kuda Troya tersebut sebenarnya terdapat musuh yang dapat menghancurkan jantung pertahanan yang ada. Kalau benar hal itu terjadi, apakah ada cara untuk menyelamatkan KPK? Saya jadi teringat ketika dulu mantan jaksa Antasari Azhar yang menjadi pimpinan KPK. Pada saat itu banyak protes yang diajukan mengingat jejak dari beliau. Dengan adanya tekanan dan pengawasan terhadap kinerja KPK waktu itu maka harus diakui bahwa kinerja KPK cukup bagus, bahkan ada beberapa kisah sukses yang diraih oleh KPK. Walau kemudian dia tersandung kasus RNI, namun rupanya Antasari Azhar coba membuktikan bahwa sebagai pimpinan KPK dia bisa bertindak tegas untuk menjawab keraguan masyarakat atas dirinya. Nah, untuk kali inipun saya kira hal yang sama harus dilakukan. Di tengah keraguan akan tokoh yang sekarang ada di KPK, adalah sangat tepat jika terus dilakukan pengawalan dan pengawasan kinerja mereka agar kekhawatiran adanya "Kuda Troya" tersebut tidak terbukti....... MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H