Mohon tunggu...
Marius Janggik
Marius Janggik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ketegangan Nuklir di Semenanjung Korea: Ancaman Global yang Mengintensif dan Tantangan bagi Diplomasi Dunia

12 September 2024   08:00 Diperbarui: 12 September 2024   08:04 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kawasan Asia Timur terus menjadi wilayah yang sangat dinamis sekaligus rentan terhadap ketidakstabilan geopolitik. Persaingan antarnegara di kawasan ini semakin tajam, diperparah oleh perlombaan senjata dan berbagai upaya memperkuat aliansi militer. Salah satu titik krusial dalam konflik ini adalah ketegangan yang terus meningkat di Semenanjung Korea. Di satu sisi, Korea Utara (Korut) terus melakukan uji coba rudal balistik yang dilengkapi hulu ledak nuklir. Di sisi lain, Korea Selatan (Korsel), bersama Amerika Serikat (AS) dan Jepang, memperkuat kerja sama militer. Eskalasi ini tidak hanya berdampak pada keamanan regional, tetapi juga memicu kekhawatiran global akan potensi pecahnya perang nuklir.

Ketegangan Meningkat dan Data Uji Coba Nuklir

Menurut laporan Council on Foreign Relations (CFR), pada tahun 2022, Korea Utara meluncurkan lebih dari 40 rudal—angka tertinggi yang pernah dilakukan dalam satu tahun, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM) yang dapat mencapai daratan Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa Korea Utara sedang mempercepat program persenjataan nuklirnya. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga memperkirakan bahwa Korut saat ini memiliki 20 hingga 30 senjata nuklir dan berpotensi menghasilkan lebih banyak setiap tahunnya.

Sebagai respons, Korea Selatan bersama Amerika Serikat menggelar latihan militer besar-besaran yang melibatkan ribuan personel dan teknologi militer canggih. Menurut laporan BBC (2023), pada bulan November 2022, lebih dari 240 pesawat tempur dari kedua negara berpartisipasi dalam latihan bersama, yang dianggap oleh Korea Utara sebagai ancaman invasi. Selain itu, Korsel juga meningkatkan belanja pertahanan, dengan anggaran mencapai 261 triliun won (sekitar USD 211 miliar) untuk periode 2021–2025, yang mencakup penguatan kemampuan rudal dan sistem pertahanan udara.

Diplomasi Nuklir

Menurut Siegfried S. Hecker, mantan Direktur Laboratorium Nasional Los Alamos dan salah satu ahli terkemuka dalam kebijakan nuklir Korea Utara, dialog diplomatik yang intensif diperlukan untuk menangani ancaman ini. Hecker menyatakan bahwa “Korea Utara tidak akan sepenuhnya melepaskan senjata nuklirnya tanpa jaminan keamanan yang kuat.” Dalam wawancara dengan Arms Control Association, Hecker menekankan pentingnya "pendekatan bertahap" dalam denuklirisasi, di mana Korea Utara akan menerima insentif bertahap sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir mereka. Pendekatan ini lebih realistis daripada menuntut penghentian total program nuklir dalam jangka pendek.

Pengaruh pada Stabilitas Dunia, Asia Tenggara, dan Dampak Ekonomi

Krisis di Semenanjung Korea bukan sekadar konflik regional. Setiap uji coba rudal yang dilakukan Korut, seperti yang dilaporkan oleh Kompas mengenai rudal jarak menengah yang dapat mencapai pangkalan militer AS di Guam, memiliki dampak global yang luas. Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) memperkirakan bahwa Korut telah mengembangkan rudal balistik antarbenua Hwasong-15 yang mampu mencapai jarak lebih dari 13.000 kilometer, cukup jauh untuk mengancam daratan AS. Rudal hipersonik dan teknologi berbahan bakar padat yang kini mereka uji coba meningkatkan tantangan bagi negara-negara lain untuk mendeteksi dan mencegah potensi serangan.

Dari sisi ekonomi, ketegangan ini memiliki dampak yang besar. Menurut laporan Bank Dunia, krisis di Semenanjung Korea berisiko merusak stabilitas ekonomi di Asia Timur, dengan potensi penurunan investasi asing langsung (FDI) hingga 20% di Korsel dan Jepang. Konflik ini juga dapat menyebabkan penurunan PDB Korsel sebesar 2,4% jika ketegangan berlanjut, sementara pasar saham di Tokyo dan Seoul sering mengalami fluktuasi tajam setelah setiap uji coba rudal oleh Korea Utara.

Perspektif Para Ahli dari Negara-Negara Aktor

Dari perspektif Rusia, Andrey Kortunov, Direktur Jenderal Russian International Affairs Council, menekankan bahwa Rusia melihat Korea Utara sebagai penyeimbang geopolitik di Asia Timur. Kortunov menyatakan bahwa “Moskow tidak akan mendukung sanksi yang bertujuan menggulingkan rezim Kim Jong Un, tetapi lebih mendukung dialog multilateral untuk mencapai stabilitas di kawasan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun