kata tasawuf berasal dari kata afa' yang berarti bersih, jernih, dan bening karena jiwa mereka bersih dan senantiasa meninggalkan rekam jejak yang bersih. Menurut Basyr bin al-Harits, sufi adalah orang yang kalbunya bersih karena orientasi hidupnya hanya untuk Allah. Ada juga yang berpendapat bahwa sufi adalah orang yang muamalahnya dengan Allah dibangun atas dasar kesucian kalbu, kemudian Allah memberikan karamah, penghargaan, dan penghormatan kepadanya. Teori ini ditolak apabila dilihat dari segi ilmu saraf, yakni ilmu tentang pembentukan kata, karena menurut al-Qusyairi melenceng dari kaidah al-isytiqq (pembentukan kata). Tiga huruf akar kata afa terdiri dari d, fa, dan hamzah, sedangkan tiga huruf akar kata tasawuf terdiri dari d, wauw, dan f. Jadi, menyimpulkan bahwa tasawuf berasal dari kata afa' melenceng jauh dari kaidah ilmu saraf. Teori ini hanya menekankan bahwa esensi tasawuf terletak pada penyucian jiwa dari ke- kufuran, kemusyrikan, kemunafikan, penyakit hati, dan sifat-sifat tercela, suatu yang tetapi tidak bisa dipertanggungjawabkan dari segi kaidah ilmu bahasa.
Pengertia tasawuf  sangat beragam tergantung siapa yang mendefinisikannya. Para sufi, praktisi tasawuf, mengartikulasikan makna tasawuf menurut pengalaman spiritual mereka sendiri. Pengamat tasawuf menjelaskan, makna tasawuf bergantung pada cara pandang dan pendekatan yang digunakan. Namun akar tasawuf adalah ihsan, sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah ihsan dan ihsan adalah tasawuf. Ihsan adalah kebaikan yang revolusioner dari seseorang kepada orang lain, bahkan kepada banyak orang. Sebagai sosok yang memiliki kualifikasi Ihsan, Muhsin terus mengembangkan sifat-sifat baiknya agar dapat membawa manfaat lebih banyak bagi orang banyak. Tasawuf (spiritualisme) dalam agama Islam, merupakan bagian penting dalam pengembangan diri dan hubungan dengan Tuhan. Dalam upaya memahami tasawuf lebih dalam, penting bagi kita untuk mengasah akal kita dan memperoleh makrifat, yaitu pengetahuan  mendalam tentang hakikat keberadaan.  Makrifat merupakan pengalaman spiritual yang mendalam di mana individu dapat merasakan langsung kehadiran Tuhan. Untuk mencapai Makrifat, kita harus melalui  perjalanan panjang yang melibatkan pengendalian diri, introspeksi, dan pemahaman  mendalam terhadap ajaran agama.  Salah satu langkah makrifat yang paling penting  adalah mengasah akal. Akal yang tajam dan terpelajar  membantu kita memahami dan menganalisis segala fenomena kehidupan. Dengan mengasah Akal, kita bisa melihat dunia dari sudut pandang yang lebih luas dan mendalam.
Memahami asal tasawuf juga menjadi kunci pencerahan yang paling penting dalam perjalanan menuju makrifat. Tasawuf berakar kuat pada ajaran agama Islam dan  banyak mendapat pengaruh dari Al-Qur'an dan Hadits. Untuk memahami asal tasawuf, kita harus belajar dari para sufi terkemuka seperti Rumi, Al-Ghazali, dan Ibnu Arabi yang telah memberikan kontribusi dalam pemikiran tasawuf. Dalam perjalanan kita menuju makrifat, penting juga untuk memperhatikan  tasawuf yang dapat membantu kita mencapai kedekatan dengan Tuhan. Amalan seperti dzikir, meditasi, dan tafakkur merupakan cara mensucikan hati dan merenungkan kebesaran Tuhan. Namun, perlu diingat bahwa mencapai makrifat bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah perjalanan  berkelanjutan. Setiap orang memiliki jalan yang berbeda untuk mencapai pemahaman tasawuf lebih dalam  dan hubungannya dengan Tuhan.
Kesimpulan yaitu, dalam upaya menuju makrifat, kita harus mengasah akal dan memahami asal usul tasawuf. Dengan mengasah akal, pemahaman kita tentang ajaran agama dan praktik spiritual, kita dapat memperoleh pengalaman spiritual yang mendalam dan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H