Guru adalah salah satu tokoh penting dalam dunia pendidikan. Dan dunia pendidikan tak dapat lepas dari peran seorang guru. Namun, bagaimana jadinya jika guru sebagai pemegang peran penting dalam dunia pendidikan tersebut tak menjalankan perannya dengan baik?
Salah satu contoh dari guru yang tidak menjalankan perannya dengan baik adalah guru yang selalu meremehkan dan menghina murid-muridnya, terutama murid-murid yang disebut sebagai murid bodoh. Walaupun tidak seluruhnya, tetapi, banyak guru di dunia pendidikan ini yang meremehkan murid-murid tersebut. Mereka berpikir bahwa murid-murid tersebut bodoh, menjengkelkan, menyusahkan, dan berbagai pandangan negatif lain ada di dalam pikiran mereka.
Saya pernah mendengar seorang guru berkata seperti ini, “Aduh! Kalian ini, begini saja tidak bisa? Mau jadi apa kalian nanti?”
Kata-kata itu seakan memiliki arti, bahwa apabila seorang murid tidak bisa menguasai mata pelajaran yang guru itu ajarkan, maka ia tidak akan bisa menjadi orang yang sukses.
Ada juga yang berkata seperti ini, “Begini saja tidak bisa! Kalian itu bisanya apa, sih?”
Tidak bisa dan tidak menguasai satu mata pelajaran, bukan berarti mereka tidak memiliki bakat di bidang lain. Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda, entah itu di dalam pelajaran akademik ataupun dalam bidang non-akademik. Dan kemampuan seseorang dalam sebuah pelajaran pastinya tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Kata-kata bisa saja menjadi sebuah tombak maut, yang pada akhirnya menjatuhkan semangat belajar seorang murid. Murid itu butuh dukungan dan bimbingan, bukan kata-kata dengan nada menyindir seperti itu.
Salah satu teman dari sekolah yang berbeda dengan saya juga pernah menceritakan sebuah peristiwa dalam dunia pendidikan ini. Katanya, ada seorang guru di sekolahnya yang tidak pernah menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru. Guru tersebut jarang masuk ke dalam kelas, tidak pernah membahas materi yang seharusnya diajarkan, bahkan tak pernah membagi sedikit pun ilmu pengetahuan yang ia miliki pada murid-muridnya. Kalaupun masuk ke dalam kelas, ia hanya memberikan tugas-tugas kepada muridnya. Namun, dengan tidak tahu malu guru tersebut memberikan ulangan dan menyuruh murid-muridnya belajar dari buku paket.
Memberikan ulangan tanpa pernah mengajarkan materi saja sudah sangat keterlaluan. Belum cukup dengan hal itu, ternyata guru itu juga menyindir murid-murid dengan nilai yang tidak memuaskan. Keterlaluannya sudah melewati batas normal.
Menurut saya, arti dari ulangan itu sendiri adalah pengulangan atas materi yang pernah seorang guru ajarkan kepada murid-muridnya. Ulangan itu berguna unruk mengukur sejauh mana pemahaman murid pada materi yang telah diajarkan oleh guru. Guru yang tidak pernah mengajarkan materi kepada murid seharusnya tidak memiliki hak untuk memberikan ulangan.
Murid-murid seperti mereka sangat membutuhkan guru yang pengertian dan bisa memahami batas kemampuan mereka. Dan saya sangat senang ketika seorang guru pernah berkata seperti ini, “Saya mengerti kalau tidak semua dari kalian yang suka dan bisa dalam mata pelajaran saya. Bagi saya, kalian mau tenang dan mendengarkan pelajaran yang saya ajarkan saja, itu sudah cukup.”
Andai saja semua guru bisa pengertian seperti itu, pastilah semua murid tidak akan merasa terkekang dengan mata pelajaran yang bukan merupakan bakat dan minat mereka.
Guru seharusnya menyadari, beban mata pelajaran yang harus dikuasai oleh murid itu sangat berat. Ada begitu banyak mata pelajaran yang harus mereka pelajari. Dan otak manusia itu bukanlah komputer yang bisa menampung dan menyimpan materi-materi tersebut dengan mudah. Apalagi untuk murid-murid yang mereka sebut sebagai murid bodoh, beban materi tersebut pasti akan terasa berat bagi murid-murid seperti mereka.
Seperti anggapan orang-orang, tak ada murid bodoh di dunia ini, yang ada hanyalah murid yang malas. Namun, bisakah murid yang mendapatkan nilai jelek disebut sebagai murid malas? TIDAK SEMUANYA. Murid dengan nilai jelek belum tentu merupakan murid malas. Akan tetapi, banyak guru yang beranggapan kalau murid-murid dengan nilai jelek ini merupakan murid yang malas, tidak mau belajar, dan kerjanya hanya bermain saja.
Seperti yang orang-orang ketahui, bakat dan minat seseorang itu berbeda-beda. Begitu pula kemampuan seorang murid dalam suatu pelajaran. Murid dengan nilai jelek tersebut bisa saja memang tidak memiliki bakat di mata pelajaran yang diujikan. Contoh nyata dari hal ini terjadi pada diri saya sendiri. Saat saya masih duduk di bangku kelas 1 SMA, sekeras dan sesemangat apapun saya berusaha untuk menguasai pelajaran fisika dan kimia, tetapi, tetap saja tidak bisa. Bukan karena saya malas, tetapi karena bakat saya memang bukan disitu.
Saya selalu menyalahkan sistem pendidikan. Karena sistem pendidikan itulah yang membuat para guru harus mengajarkan berbagai mata pelajaran yang mungkin bukan merupakan bakat dan minat murid-muridnya. Sistem pendidikan itulah yang membuat murid-murid harus mempelajari banyak mata pelajaran yang mungkin tidak akan berguna bagi masa depan mereka.
Dan sistem pendidikan itulah yang membuat murid-murid dengan kemampuan akademik rendah harus merasakan kejamnya dunia pendidikan. Mereka harus dihina dan direndahkan. Padahal, sangatlah mungkin murid-murid dengan kemampuan akademik rendah tersebut memiliki bakat non-akademik yang luar biasa. Mereka memang tidak memahami rumus-rumus matematika, fisika, dan kimia. Mereka memang tidak bisa menghapalkan materi dari mata pelajaran sejarah yang sebegitu banyaknya. Namun, siapa yang tahu jika mereka memiliki bakat luar biasa sebagai seniman dengan tingkat kreativitas yang tinggi? Penulis yang memiliki daya imajinasi luar biasa? Ataupun atlet olahraga dengan kemampuan yang mengagumkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H