Mohon tunggu...
M Aris Pujiyanto
M Aris Pujiyanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Selamat datang di profil saya! 🌟 Saya M. Aris Pujiyanto, seorang dosen yang bersemangat dalam menjelajahi dunia pengetahuan dan berbagi inspirasi dengan mahasiswa. πŸ“šβœ¨ Dengan latar belakang pendidikan [Jurusan Anda], saya berkomitmen untuk membimbing dan mendukung setiap langkah mahasiswa dalam mencapai potensi terbaik mereka. πŸŽ“πŸ’‘ Di sela-sela mengajar, saya juga aktif dalam riset di bidang [Bidang Riset Anda], berkolaborasi dengan rekan-rekan sejawat untuk menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. πŸ’ΌπŸ”¬ Saya percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk meraih impian, dan saya berkomitmen untuk menjadi bagian dari perjalanan belajar Anda. Mari kita bersama-sama menjelajahi dunia pengetahuan dan menciptakan masa depan yang cerah! ✨ #Dosen #Pendidikan #Inspirasi #Riset #Belajar #PendidikanTinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perubahan Iklim Ancam Produktivitas Pertanian: Petani Hadapi Tantangan Cuaca Ekstrim

4 September 2024   12:40 Diperbarui: 4 September 2024   12:44 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generate by ChatGPT

Perubahan iklim semakin dirasakan dampaknya di berbagai sektor, termasuk sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional. Di seluruh dunia, termasuk Indonesia, para petani menghadapi tantangan cuaca ekstrem seperti curah hujan yang tidak menentu, kekeringan berkepanjangan, dan banjir, yang mengancam produktivitas hasil pertanian. Situasi ini tidak hanya menurunkan produksi pangan, tetapi juga memengaruhi harga komoditas di pasar dan kesejahteraan petani.

Berdasarkan laporan dariΒ Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), perubahan iklim telah memengaruhi pola tanam secara global. Di Indonesia, petani sering kali tidak dapat memprediksi kapan musim tanam yang tepat akibat curah hujan yang tak terduga. Data dariΒ Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)Β menunjukkan bahwa intensitas curah hujan di beberapa wilayah meningkat drastis di luar musim hujan, sementara di daerah lain mengalami kekeringan berkepanjangan.

Di Pulau Jawa, misalnya, produksi padi mengalami penurunan sebesar 15% pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya akibat banjir yang merusak lahan pertanian. Sebaliknya, di Nusa Tenggara Timur, kekeringan menyebabkan kerugian produksi jagung hingga 30%, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Ketidakstabilan ini memperburuk situasi para petani, yang sebagian besar bergantung pada hasil panen untuk penghidupan.

Laporan dariΒ Bank DuniaΒ juga mengungkapkan bahwa sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim, dengan perkiraan penurunan produktivitas pertanian global sebesarΒ 17%Β hingga tahun 2050 jika perubahan iklim tidak ditangani dengan serius. Di Indonesia, laju penurunan produktivitas ini sudah mulai terasa.

Komoditas pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai menghadapi ancaman terbesar. Badan Litbang Pertanianmemperkirakan bahwa pada tahun 2023, produksi beras dapat turun hingga 5,2% jika curah hujan ekstrem terus terjadi di saat musim tanam. Sebagai negara agraris, penurunan ini akan berdampak langsung pada ketersediaan pangan nasional dan memicu lonjakan harga komoditas di pasar.

Untuk menghadapi tantangan ini, beberapa petani telah mulai mengadopsi teknologi pertanian yang lebih modern, sepertiΒ irigasi tetesΒ untuk menghemat air di musim kemarau danΒ penggunaan varietas benih yang tahan terhadap cuaca ekstrem. Namun, teknologi ini belum sepenuhnya terjangkau oleh semua petani, terutama di wilayah terpencil yang minim akses infrastruktur.

Menurut Kementerian Pertanian, sekitar 35% petani di Indonesia telah beralih menggunakan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Meski demikian, upaya ini masih perlu ditingkatkan dengan dukungan kebijakan dari pemerintah.

Jika tidak ada tindakan segera, perubahan iklim diperkirakan akan semakin memperburuk ketahanan pangan di Indonesia. Kenaikan suhu rata-rata global diperkirakan mencapai 1,5C dalam 20 tahun ke depan, yang dapat memperpendek musim tanam dan mengurangi lahan subur di beberapa wilayah.

Selain itu, banjir yang lebih sering terjadi mengakibatkan hilangnya lapisan tanah subur yang penting untuk tanaman, sementara kekeringan mengurangi ketersediaan air untuk irigasi. Kedua faktor ini akan mempengaruhi produktivitas lahan dalam jangka panjang dan menambah tekanan pada sektor pertanian nasional.

Perubahan iklim adalah tantangan yang memerlukan respons kolektif. Petani memerlukan dukungan lebih dalam bentuk teknologi yang terjangkau, peningkatan pendidikan tentang adaptasi iklim, dan kebijakan yang mendukung keberlanjutan sektor pertanian. Pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur pertanian dan memastikan akses ke teknologi yang dapat membantu petani beradaptasi dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas petani, ada harapan bahwa dampak perubahan iklim pada pertanian dapat diminimalkan. Ketahanan pangan nasional bergantung pada kemampuan kita untuk merespons tantangan ini dengan cepat dan efektif, agar generasi mendatang dapat terus menikmati hasil bumi yang melimpah. Perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah ketahanan pangan yang perlu segera ditangani sebelum dampaknya semakin meluas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun