Mohon tunggu...
Mariska Lubis
Mariska Lubis Mohon Tunggu... -

Baru saja menyelesaikan buku "Wahai Pemimpin Bangsa!! Belajar Dari Seks, Dong!!!" yang diterbitkan oleh Grasindo (Gramedia Group). Twitter: http://twitter.com/MariskaLbs dan http://twitter.com/art140k juga @the360love bersama Durex blog lainnya: http://bilikml.wordpress.com dan mariskalubis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

“You Are The Prince of Your Heart”

24 Juli 2010   17:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:37 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Sentuhlah hatimu dan berilah warna, jadikanlah hati semua terisi dengan cinta Illustrasi: photos.ibibo.com"][/caption] Tidak ada yang tidak mungkin bila semua itu dilakukan dengan penuh keteguhan hati dan dengan kesungguhan. Perjalanan memang tidak mudah dan penuh dengan liku serta kerikil tajam. Namun sesungguhnya diam bisa menjadi emas tetapi diam seringkali malah yang menjerumuskan. Sampai kapan pesta itu berakhir?! Semua ada masa dan waktunya. Sedih dan susah merasakan semua yang terjadi. Keadaan semakin tidak karuan dan tidak ada lagi yang bisa dijadikan pegangan ataupun acuan. Mana yang benar dan mana yang salah sudah semakin tidak jelas. Mana yang sakit dan mana yang waras dan sehat pun patut dipertanyakan. Mana yang menjadi prioritas dan mana yang harus diabaikan pun sudah tidak diperhatikan lagi. Yang lebih diutamakan hanya ego dan kepentingan pribadi. Keadilan sosial yang ada di sila kelima dalam Pancasila memang benar-benar dijalankan namun terbatas pada kelompok sosial tertentu saja. Berkutat pada kesejahteraan kelompok yang sebenarnya hanya untuk diri sendiri lagi. Sebuah kesia-siaan yang tidak memiliki arti dan manfaat yang sesungguhnya. Cinta bukanlah cinta namun hanya nafsu untuk memuaskan diri sendiri. Kekuasaan terus dijadikan sarana untuk memuaskan diri. Tak ada rasa sedikit pun keinginan untuk berbagi ataupun memberi. Dusta semua ucapan dan janji yang pernah diberikan dan diucapkan. Tidak ada yang namanya memberi selain hanya selalu ingin mengambil, merampas, dan mendapatkan. Barangsiapa yang berani mencoba merebut, pasti akan disingkirkan. Cara bisa berbagai macam sampai semua cara dihalalkan. Peduli itu pun nyatanya hanya sebuah nafsu semata. Terus saja berpesta dan jangan pernah berhenti!!! Goyangkan badan dan mainkan semuanya!!! Teriakkan dan nyanyikan keras-keras!!! Takut pesta itu akan usai?! Tidak perlu!!! Kan, bisa terus dilanjutkan ke generasi berikutnya agar pesta itu tak perlu usai!!! Sekalian saja sampai ketujuh turunan biar pesta itu tak perlu usai. Rasakan sendiri apa akibatnya!!! Apa tak peduli juga dengan akibatnya?! Memangnya harus dipikirkan?! Kenapa juga, ya, dipikirkan?! Selama bisa dinikmati, kenapa tidak?! Memang semua ada timbal baliknya. Di mana-ada aksi pasti ada reaksi. Begitu juga sebaliknya. Barangkali dikira semua itu bisa ditutupi begitu saja. Ada masa dan waktunya pesta itu akan segera usai. Yang lain bisa saja tetap buta dan tuli juga bisu, tetapi banyak yang lainnya yang bisa melihat, mendengar, dan bicara. Hanya tinggal menunggu waktu dan masanya saja. Siap-siap saja, ya!!! Tidak mudah memang untuk bisa keluar dari arus yang sangat deras. Lebih mudah hanyut, larut, dan tenggelam saja di dalamnya. Semua itu, toh, memang lebih nyaman. Tidak perlu berjuang keras dan mengeluarkan tenaga untuk melawan arus yang sedemikian kuatnya. Lagipula, belum tentu bisa berhasil, kan?! Untuk apa juga?! Hanya sebuah kesia-siaan lagi?! Wajarlah bila kemudian semua hanya bisa menjadi penonton meski sering teriak karena sudah tidak tahan. Marah-marah dan marah lagi tanpa juga mau berusaha agar marah yang ada itu bisa tidak hanya menjadi sekedar kemarahan. Kritik pedas terus dilontarkan, giliran dikritik balik tidak juga bisa menerima. Malah marah semakin menjadi. Tudingan demi tudingan silih berganti. Solusi bukan yang menjadi tujuan utama, lagi-lagi hanya sekedar ego dan pelampiasan nafsu. Bagus kalau bisa orgasme, biasanya, sih, nggak bisa maksimus. Mana mungkin juga bisa maksimus, ereksinya pun tidak maksimal, kok!!! Jika tidak percaya, silahkan menghitung kembali apa yang telah dikeluarkan. Sebanding nggak dengan kepuasan mereka yang telah menerima bayaran?! Kalau memang memuaskan, tak perlulah membeli dan membayar. Tidak perlu juga harus mengancam dan merasa terancam. Semua yang merasa puas pasti akan datang dan memintanya lagi. Lagipula, kekerasan itu, kan, hanya kamuflase saja. Sudah tahu, kok, kalau sebenarnya tidak mampu. Makanya unjuk gigi dengan cara yang lain, ya?! Biar kesannya memang hebat?! Terus saja melakukan pembenaran atas nama kebenaran. Kebenaran itu sendiri pun hanya dijadikan alat dan sarana untuk memuaskan diri. Belajar untuk memahami dan mengerti pun tak mau. Sudah merasa paling hebat dan paling pintar juga paling baik. Apa semua yang "paling" itu memang "paling-paling"?! Bisa jadi!!! Kebenaran yang sesungguhnya saja diremehkan begitu saja. Dipuja dan dipuji pun hanya untuk mendapatkan hadiah. Keren, ya?! Susah juga bila memang mata dan telinga terus ditutup dan tertutup. Apalagi bila hati nurani tak lagi mau didengar, semakin buta, bisu, dan tuli. Semakin juga tidak bisa merasakan lagi panas dan dingin. Makanya hanya bisa berkhayal dan berangan-angan. Mimpi pun hanya sekedar mimpi di siang bolong. Silahkan saja terus menjadi penonton biar kebodohan dan pembodohan terus berlanjut!!! Yah, beginilah keadaan bila terus diam dan tidak juga mau bergerak. Ada waktunya diam itu menjadi emas tetapi ada waktu dan masanya diam itu yang paling menjerumuskan. Membuat kita semua selalu dirundung duka dan sedih. Capek dengan marah dan sakit hati. Penuh dengan dendam, dengki, dan iri hati. Makanya, jadi tidak bisa mengambil keputusan dengan benar. Semua langkah di depan mata jadi tertutup. Pintu gerbang yang tinggal dibuka itu pun selalu terkunci. Bagaimana mau dibuka bila kuncinya terus disembunyikan. Untuk apa mencari-cari ke sana-ke mari?! Semua itu ada di dalam diri sendiri, kok!!! Carilah di dalam lubuk hati yang terdalam. Kejujuran dan kerendahan hatilah kendaraan yang bisa mencapainya. Siapa dan apa diri kita yang sebenarnya itulah yang selama ini tersembunyi dan disembunyikan. Menjadi diri sendiri adalah kunci yang bisa memperbaiki keadaan ini. Berdamailah dengan diri sendiri. Penuhi diri dengan cinta dan berikanlah banyak cinta. Cinta yang sesungguhnya ada di dalam diri kita semua. Jangan pernah takut untuk melakukannya. Semua pasti bisa!!! "You are the prince of your heart!!! That is you!!! Believe it!!!" Semoga bermanfaat!! Salam Kompasiana, Mariska Lubis Catatan: Tulisan ini saya persembahkan untuk adik tercinta. Seorang pria penuh dengan pesona cinta, Bahagia Arbi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun