[caption id="attachment_166080" align="alignleft" width="300" caption="I am a writer!!! Illustrasi: www.ivyleagueinsecurities.com"][/caption]
Pasti banyak sekali di antara kita yang seringkali merasa ragu untuk memantapkan pilihan hidupnya. Apalagi jika pilihan itu tidak mendapatkan restu dari berbagai pihak yang sangat kita cintai dan sayangi. Ada rasa takut, ragu, dan juga rasa bersalah. Takut bila harus dibuang, disisihkan, dan bahkan tidak dianggap sebagai anak ataupun anggota keluarga lagi. Bahkan takut dianggap berdosa dan tidak tahu membalas budi serta kurang ajar. Ini banyak sekali dialami oleh kita yang ingin terjun ke dunia seni termasuk menjadi penulis. Juga banyak dialami oleh mereka yang memilih untuk bekerja di swasta dan tidak mengabdi pada perusahaan negara. Iya, kan?!
Saya pernah dan seringkali ragu untuk tetap memilih profesi sebagai penulis. Ada banyak hal yang terjadi dalam kehidupan saya yang membuat saya seringkali terjebak antara rasa dan rasional.Pilihannya berat, bagi saya, ya. Menjadi penulis dan tidak menjadi penulis sama-sama memiliki resikonya masing-masing. Yang satu kehilangan dan yang satu lagi berarti tidak jujur pada diri saya sendiri.
Di tengah keraguan dan rasa takut, seseorang yang penuh cinta berkata kepada saya bahwa saya seharusnya meninggalkan dunia menulis ini karena dunia ini ini hanya pelarian bagi saya. Bukan dunia saya yang sesungguhnya dan hanya merupakan dunia yang palsu. Dia pun menyarankan saya untuk meraih dunia aslinya saya meskipun saya katakan padanya bahwa sayaingin menjadi diri saya sendiri.
Dia pun lalu berkata, “Persis sekali kamu memang akan menuju dirimu sendiri yang bukan sebagai penulis. Orang akan senantiasa kembali kepada dunia aslinya. Jika kamu sebagai penulis kamu akan melaju dengan me-manage bukumu dan buku-buku berikutnya. Jika bukan sebagai penulis, sehebat apapun kamu me-manage, kamu akan dipanggil oleh dunia aslimu dan kamu akan pasrah dengan kekuatan panggilan itu.”
Saya sangat terkejut dan merasa seperti dilempar ke dinding. Menulis adalah hidup saya. Sedari kecil keinginan saya adalah untuk menjadi seorang penulis. Hidup saya banyak dihabiskan untuk menulis dan menulis. Setiap ada kesempatan bagi saya untuk menulis, saya pasti menulis. Bahkan saat perjalanan pun saya menulis di dalam kendaraan. Tidak peduli harus di atas secarik kertas lusuh ataupun dengan menggunakan pensil alis karena tidak membawa bolpen atau pensil tulis. Selama ada sesuatu yang ingin saya tulis, pasti saya tulis. Saya tidak mau menundanya. Pokoknya saya memang keranjingan menulis. Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu?! Apa yang membuat saya harus meninggalkan semua ini?!
Saya jadi ingat, sewaktu saya masih remaja,seorang ibu tua pernah berkata kepada saya, “Jangan pernah takut untuk menjadi dirimu sendiri. Keluarga, teman, dan sahabat adalah ujian terberatmu. Pikirkan apa yang menjadi tujuan hidupmu. Prioritas adalah yang utama.” Sampai sekarang pesan darinya itu tetap saya ingat karena apa yang diucapkannya itu sangat membantu saya dalam menjalani kehidupan selama ini. Kehidupan yang banyak dikira orang sangat menyenangkan dan penuh kebahagiaan. Apa pernah tahu bagaimana rasanya menjadi saya?! Apa ada yang pernah tahu apa saja yang pernah saya alami dalam hidup?! Apa ada yang pernah tahu bagaimana saya harus menjalani hidup?! Tidak ada yang pernah tahu kecuali diri saya sendiri. Bukankah semua juga sama?!
Kata-katanya itu kemudian membuat saya selalu melihat bahwa, jauh lebih indah dan mempesona melihat pribadi di tempat umum daripada melihat umum di kepribadian. Lebih kuat dan berkarakter. Penuh dengan karisma dan kokoh. Memiliki keteguhan hati dan keberanian. Meskpun pribadi itu masih berproses namun sudah tampak jelas apa yang menjadi tujuannya. Menjadi diri sendiri.
Menjadi diri sendiri itu tidak mudah. Banyak orang yang dekat dengan saya merasa tahu semua tentang saya. Saya sering tertawa sendiri. Apalagi kalau yang bilang paling sayang dan paling cinta. Sayang dan cinta untuk saya apa untuk diri sendiri?! Kenal dan tahu bagaimana saya pun tidak. Mau mengenal dan tahu tentang saya yang sebenarnya pun tidak. Selalu minta dimengerti namun tidak juga mau mengerti tentang saya. Malah seringkali dibilang jahatlah, tidak peduli, tidak punya toleransi, keras kepala, sok tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi dengan sejuta sumpah serapah dan hinaan. Sekali-kali ingin, sih, saya bawa kaca ke hadapan wajah mereka biar mereka bisa bercermin. Memangnya mudah mengerti orang lain?! Saya mengakui kalau saya punya kesulitan untuk mengerti yang lain. Bukankah kita semua sebenarnya seperti itu?! Jadi, sebenarnya siapa yang tidak mengerti?!
Terkadang kita tidak bisa membedakan mana keras kepala mana keras hati. Orang yang bersikukuh dengan pendiriannya bisa menjadi keras kepala atau keras hati. Sama-sama merupakan karakter yang menonjol. Keras kepala tidak mau mendengar meskipun tahu itu salah.Keras hati mau mendengar dan mau mengakui kekurangannya namun tetap kukuh pada pendiriannya di dalam mencapai tujuan hidupnya. Keras kepala tidak peduli benar atau salah. Keras hati sangat peduli dengan apa yang benar dan apa yang salah.Namun itu juga yang kemudian sering membuat ragu untuk tetap fokus pada tujuan. Harus benar-benar keras hati dan fokus pada tujuan baru semuanya bisa berjalan.
Saya menangis dan kemudian memikirkan semua ucapan seseorang yang penuh dengan cinta dan sayang itu. Dia benar sekali. Kenapa saya harus takut dan ragu menghadapi semua resiko bila memang itu adalah saya yang sebenarnya. Saya tidak akan pernah bahagia bila apa yang saya lakukan bukanlah panggilan jiwa saya. Seberapa pun besar usaha saya untuk lari dari semua itu, satu saat pasti saya akan kembali lagi. Saya akan kembali kepada saya yang sebenarnya. Saya tidak mau menyesal di kemudian hari dengan tidak memilih menjadi saya seperti yang pernah saya lakukan sebelumnya. Kesalahan itu sudah pernah saya buat dan saya tidak mau mengulanginya lagi. Saya harus menguatkan hati saya. Saya adalah saya. Menulis adalah hidup saya. Segala resikonya akan saya hadapi seberapa berat dan kerasnya itu.
Saya tidak mau ragu lagi. Saya adalah penulis. Semoga Tuhan mengampuni saya, melindungi saya, dan menuntun setiap langkah saya. Hanya Dia yang tahu apa isi hati saya yang sebenarnya. Dia yang paling tahu siapa saya yang sesungguhnya. Hanya Dia juga yang paling berhak memberikan semua nilai itu. Terima kasih telah membuat saya menjadi saya seperti sekarang ini.
Tentukan pilihan dan mantapkan hati!!! Jadilah dirimu sendiri!!! Semoga bermanfaat!!!
Salam Kompasiana,
Mariska Lubis
Catatan:Teruntuk seseorang yang penuh cinta dan sayang, saya ucapkan terima kasih atas segala cinta dan sayang yang telah diberikan untuk saya. Saya penulis!!! Saya akan maju terus!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H