Mohon tunggu...
marisi silaban
marisi silaban Mohon Tunggu... Freelancer - seorang mahasiswa politik di Universitas Sumatera Utara

berdamailah dengan diri

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menakar Ketahanan Pangan Indonesia Di Tengah Pandemi

3 Mei 2020   20:46 Diperbarui: 3 Mei 2020   21:28 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berapa lama di rumah aja? Mungkin ada yang satu bulan lebih, ada yang beberapa minggu, ada yang beberapa hari dan bahkan belum pernah sekalipun melakukan anjuran #dirumahsaja. Ada begitu banyak variasi yang bisa kita temukan di tengah pandemi covid 19 sekarang ini, mengingat banyak aspek mulai dari lingkungan, kebutuhan ekonomi bahkan tanggung jawab yang harus dilakukan walaupun sedang mengadapi pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir.

Hingga saat ini tertanggal 3 Mei 2020 dari data www.covid19.go.id tercatat pasien positif corona 11192 orang, sembuh 1876 orang, meninggal 845 orang. Meski dalam kondisi seperti sekarang ini ada begitu banyak tanggung jawab serta kewajiban yang  harus dilaksanakan di tengah pandemi yang kian menyebar ke seluruh pelosok negeri. Beberapa ada yang bisa dialihkan seperti belajar dari rumah dan bekerja dari rumah yang semakin gencar dilakukan. Namun demikian hal ini tidak bisa dilaksanakan semaksimal biasanya, ada banyak tanggung jawab yang tidak bisa dilakukan dengan tetap di rumah saja. Salah satu hal yang sangat krusial dan penting adalah terkait pangan yang tidak bisa dilakukan dengan tetap dirumah aja.

Petani tidak bisa menghasilkan padi dan sayur sayuran dengan tetap di rumah saja, Nelayan tidak bisa menangkap ikan dengan tetap di rumah saja, demikian juga dengan bahan pangan lain yang tidak akan sampai di tangan kita dengan tetap di rumah saja. Tanggung jawab serta kesehatan adalah hal penting yang tidak bisa dipilih ataupun dipisahkan. Seseorang akan sulit memilih antara tetap di rumah saja atau mencari nafkah untuk keluaraga.

Mengingat hal hal diatas maka timbul pertanyaan di benak kita, bagaimana ketahanan pangan di negeri ini jika tetap di rumah saja? Sampai berapa lama harus tetap di rumah saja? Lalu bagaimana pula harga pangan jika kita tetap di rumah saja? Banyak pertanyaan yang menjadi kekhawatiran dalam benak saat ini di tengah pandemi.

Pangan menjadi perhatian di tengah kondisi saat ini. Di tengah anjuran untuk tetap di rumah saja, pangan tetap menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal inilah yang menjadi polemik dimana kebutuhan harus tetap dipenuhi sedang kita harus juga menjaga kesehatan. Jika semua masyarakat tetap di rumah lalu yang tak kalah penting adalah sampai kapan persediaan pangan ini cukup untuk memenuhi semua kebutuhan selama masa covid 19 ini. Menurut organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture/FAO) mengingatkan bahwa pandemi Covid 19 ini bisa menyebabkan krisis pangan dunia.

Jika ditelusuri lebih dalam, jauh sebelum masa pandemi ini kita telah mengimpor banyak bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan bangsa ini. Kemudian semakin pelik mengingat di tengah kondisi yang melanda hampir seluruh belahan dunia ini, kegiatan ekspor dan impor terganggu.  Banyak negara yang akhirnya di tengah pandemi ini membatasi ekspor pangan dan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri mengingat pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir. Contohnya adalah Vietnam dan Thailand sudah membatasi ekspor beras, sedangkan mereka adalah eksportir beras terbesar di Asia Tenggara. Hal serupa juga terjadi di Rusia dan ukraina dimana negara ini  membatasi ekspor gandumnya.

Dari hal diatas banyak hal yang menjadi kekhawatiran mengingat harga pangan yang melonjak dimasa pandemi ini. Pasalnya ada banyak bahan pangan yang Indonesia impor demi menjaga stok dimasa pandemi ini seperti gula, bawang putih, gandum, beras, kedelai dan lainnya. Contohnya saja adalah harga gula yang semakin melonjak jelang Ramadan hingga pemerintah memutuskan untuk mengimpor gula mentah 438,8 ribu ton akibat produksi dalam negeri yang tidak memenuhi. Selain itu jumlah kebutuhan gandum yang semakin tinggi hingga mencapai 11 juta ton dari tahun sebelumnya hanya 10 juta ton, sedang harga gandum melonjak akibat pembatasan ekspor gandum oleh rusia dan ukraina.

Hal ini harusnya menjadi perhatian kita bersama. Ditengah masa pandemi Covid 19 anggaran negara banyak terkuras untuk menangani masalah kesehatan, namun kita tidak boleh menganggap sepele terkait dengan masalah pangan. Covid 19 yang tidak tau kapan akan berakhir harus membuat kita bijak mengambil tindakan terkait pangan yang sangat krusial. Penanganan pasien Covid 19 tidak lantas membuat kita terlupa dengan pangan. Ada banyak masalah yang harus diselesaikan, seperti bagaimana tindakan yang bisa dilakukan oleh setiap individu untuk menanggulangi masalah pangan ini.

Masalah pangan tidak saja hanya masalah bagi pemerintah, tetapi setiap individu. Hal ini bisa kita selesaikan dengan tetap di rumah saja dan tetap produktif. Pertama, jika belajar dari suku suku pedalaman di pelosok negeri seperti suku boti dan baduy, mereka tidak tergantung dengan dunia luar. Yang bisa kita ambil adalah dengan mengkonsumsi makanan yang beragam seperti umbi umbian, kacang kacangan dan lain sebagainya mengingat bahwa kita memiliki keragaman hayati yang melimpah di negeri ini. Hal ini juga akan memaksimalkan hasil negeri di tengah pandemi ini. Dilain sisi, kita akan mengurangi impor gandum yang pada dasarnya hampir seluruhnya adalah hasil impor.

Kedua, kita bisa tetap produktif di rumah dengan menanam kebutuhan rumah tangga di pekarangan rumah, contohnya adalah dengan menanam sayur sayuran. Hal ini sebenarnya sudah pernah di gencarkan pada masa pemerintahan SBY dengan nama KRPL atau Kawasan Rumah Pangan Lestari. Hal ini bisa menjadi alternatif pengurangan biaya pengeluaran rumah tangga di tengah harga bahan pangan yang semakin melonjak.

Dan selanjutnya yang tidak kalah penting adalah dengan tetap di rumah saja. Patuhi aturan yang ada semaksimal mungkin. Hal ini bisa membantu memutus tali penyebaran covid 19. Hal ini menjadi sangat penting melihat penyebaran virus ini, umumnya orang orang yang terjangkit masih berada di perkotaan dan belum sampai kepada masyarakat pedesaan. Jika penularan virus terjadi di kota maka yang rusak adalah perekonomian. Namun hal berbedan terjadi jika penularan virus ini samapai ke desa, yang terjadi adalah terancamnya kelangsungan hidup banyak orang karna produksi bahan pangan ada di desa. Maka mari semakin bijak bertindak di tengah pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun