Mohon tunggu...
Marisha Putri
Marisha Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Don't compare your life to others, there's no comparison between the sun and the moon, they shine when it's their time 🔆🌙

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Resensi Film Wolf Totem

2 Februari 2024   23:00 Diperbarui: 2 Februari 2024   23:05 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Identitas Singkat Film:

  • Sutradara: Jean-Jacques Annaud
  • Rilis: 19 Februari 2015 (Tiongkok)
  • Perusahaan Produksi: Beijing Forbidden City Film Co., China Film Group Corporation, dan lain-lain
  • Durasi: 2 Jam 1 Menit
  • Pemeran: Feng Shao Feng, Ankhnyam Ragchaa, Shawn Dou, Ba Sen, dan lain-lain

Sinopsis:

Film ini dimulai ketika Chen Zhen dan Yang Ke dikirim ke Mongolia untuk mengedukasi orang-orang Mongol setelah sekolah mereka ditutup oleh pemerintah. Di sana mereka tinggal bersama Bilgee dan belajar bagaimana menjadi seorang pengembala. Dari Bilgee, seperti yang dikisahkan dalam novel, Chen Zhen bukan hanya sekadar belajar menggembala ternak, namun ia juga belajar apa arti kehidupan, alam, bahkan serigala yang begitu dihormati oleh orang-orang Mongol hingga dianggap sebagai Totem. Dari segala mereka belajar bagaimana cara berburu, dari segala mereka belajar apa itu kesabaran, dan dari sinilah ketertarikan Chen Zhen pada serigala semakin menjadi-jadi. Melihat tradisi orang-orang Mongol yang menangkap anak serigala lalu melemparnya ke langit sebagai persembahan untuk Tengger membuat hati Chen Zhen yang melihatnya berdenyut sakit. Bersama Yang Ke, Chen Zhen kemudian memberanikan untuk menculik seekor anak serigala lalu merawatnya diam-diam. Namun, keputusan nekatnya membuat orang-orang Mongol terutama Bilgee marah besar, ia dianggap tak menghargai adat istiadat yang ada, tapi Chen Zhen tetap bersikeras mempertahankan serigala tersebut dengan alibi ingin menjadikannya sebagai bahan untuk penelitiannya. Masalah tak berhenti sampai di situ, baru saja mereda hubungan antara Chen Zhen dan Bilgee setelah Chen Zhen tertangkap basah merawat seekor anak serigala, Bao Shungui---di bawah Pemerintahan Mao---justru memerintahkan penangkapan dan penembakan massal serigala-serigala. Serigala, di dalam novelnya, dianggap sebagai hama yang mengganggu pertanian, oleh karenanya penangkapan tersebut harus dilakukan selain karena bulu-bulu serigala dihargai dengan nilai jual tinggi. Lantas, langkah apakah yang kemudian diambil Chen Zhen untuk melindungi para serigala-serigala itu?

Kelebihan:

Film ini secara keseluruhan memiliki sinematografi yang bagus, dikemas dengan sama bagusnya hingga membuat penonton bisa ikut merasakan suasana yang ada di dalamnya. Akting dari para aktor dan aktris dalam film ini juga sangat apik, terutama Feng Shao Feng yang berperan sebagai Chen Zhen dan Ba Sen yang berperan sebagai Bilgee yang memang sudah malang melintang di banyak drama-drama maupun film. Alur dalam film juga terasa lebih mudah dipahami dikarenakan dibuat ringkas dan tak berbelit seperti di dalam novel.

Kekurangan:

Namun, untuk ukuran sebuah film yang diangkat berdasarkan sebuah novel semi-autobiografi, ada beberapa bagian penting dalam novel yang justru terlewatkan. Contoh paling sederhananya adalah adegan bertarung dengan tangan kosong antara Gasmai (di dalam film disebut Gasma) dan serigala yang tidak dimasukkan ke dalam film. Padahal, menurut saya pribadi adegan tersebut cukup penting untuk memberitahu orang-orang bahwa wanita Mongol adalah wanita pemberani. Ada beberapa adegan dalam film yang menurut saya juga tak begitu penting untuk ditambahkan, seperti cinta terlarang yang tak terlarang antara Chen Zhen dan Gasmai yang bahkan sama sekali tak ada di dalam novel. Akan tetapi, saya juga paham bahwa dalam suatu film bumbu-bumbu seperti itu perlu ditambahkan untuk menarik perhatian penonton. Selain itu, bagaimana orang-orang Mongol menjalani hidup setelah tak ada lagi serigala akibat penangkapan massal juga tak diceritakan dalam film yang membuat ending film ini terasa sangat klise dan biasa saja. Padahal, di dalam novel diceritakan, bahwa bertahun-tahun setelah Chen Zhen dan Yang Ke kembali ke Beijing, mereka masih mengunjungi Olonbulag yang keadaannya sudah sangat berubah di mana padang rumput yang semula asri perlahan-lahan mulai berubah menjadi tanah berpasir gersang. Orang-orang Mongol dalam ending novel juga sudah tak tinggal berpindah-pindah dalam yurt yang sayangnya tak dimasukkan sebagai penutup yang manis untuk filmnya.

Kesimpulan:

Meskipun film dan novel memiliki perbedaan, namun secara garis besar keduanya tetap menceritakan inti yang sama, yaitu hubungan antara Chen Zhen dan orang-orang Mongol dengan serigala. Jika ingin menonton filmnya terlebih dahulu, tidak apa, jika ingin membaca novelnya terlebih dahulu pun tidak apa-apa. Kedua karya tersebut tetap layak untuk dinikmati terutama bagi orang yang menyukai kisah-kisah petualangan di alam liar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun