Senja di kota kecil itu selalu memiliki pesona yang berbeda. Langitnya yang oranye bercampur merah jambu seolah menari dalam warna-warna yang tak tertandingi.Â
Bagi Tania, senja adalah saat yang selalu dinantikannya. Setiap hari, saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, dia akan duduk di tepi danau dekat rumahnya, menatap air yang memantulkan langit.
Namun, sore itu, ada sesuatu yang berbeda. Rasa gelisah menyelusup ke dalam hatinya, seakan angin senja membawa kabar buruk yang belum dia ketahui. Tania mencoba mengabaikan perasaan itu, kembali memusatkan perhatian pada bayangan langit di air danau yang tenang.
"Masih suka memandangi senja, Tan?" Suara lembut seorang pria memecah keheningan.
Tania tersentak. Dia mengenali suara itu dengan baik. "Ardi!" Dia berbalik dan mendapati Ardi berdiri tak jauh darinya, dengan senyum yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar.
Ardi, teman masa kecilnya yang kini menjadi lebih dari sekadar teman. Sejak mereka menghabiskan waktu bersama di bangku SMA, hubungan mereka berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih personal, dan lebih berarti.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Tania sambil mencoba menutupi kegembiraan di balik raut wajahnya.
Ardi mengangkat bahu. "Aku ingin menemanimu melihat senja. Lagi pula, kita sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama."
Tania mengangguk pelan. Memang, kesibukan mereka berdua membuat pertemuan seperti ini menjadi langka. Ardi kini bekerja di kota besar, jauh dari kota kecil mereka. Setiap kali dia pulang, Tania selalu menanti momen seperti ini---momen di mana mereka bisa kembali seperti dulu, meski hanya sesaat.
"Bagaimana pekerjaanmu di Jakarta?" tanya Tania setelah beberapa saat keheningan.