Roman: Mati Rasa
Aku tidak pernah menyangka bahwa perasaan ini akan datang padaku. Rasa yang seharusnya penuh cinta dan harapan kini berubah menjadi kehampaan yang tak berujung. Ini adalah kisah tentang bagaimana aku, seorang wanita yang pernah begitu mencintai, perlahan-lahan kehilangan semua rasa dalam hatiku.
Namanya Dicky. Kami bertemu di kampus, di sebuah kelas sastra. Dicky adalah pria yang penuh semangat, selalu tersenyum dan membawa keceriaan di mana pun dia berada. Aku jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Kami mulai dekat, berbagi cerita dan mimpi. Hari-hari berlalu dengan kebahagiaan yang sederhana namun mendalam.
Namun, hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Setelah lulus, Dicky mendapat kesempatan untuk bekerja di luar negeri. Aku tahu ini adalah impiannya, dan aku mendukungnya sepenuh hati. Kami berjanji akan tetap bersama, meski jarak memisahkan. Awalnya, segalanya tampak baik-baik saja. Kami sering berkomunikasi melalui video call dan pesan teks. Tetapi, seiring berjalannya waktu, sesuatu berubah.
Dicky menjadi semakin sibuk, dan aku pun demikian. Pesan-pesan kami menjadi lebih jarang dan singkat. Perlahan-lahan, aku merasa ada jarak yang semakin lebar di antara kami, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Perasaan cemas dan rindu yang dulu membara kini digantikan oleh rasa hampa dan dingin.
Suatu hari, Dicky mengirim pesan yang panjang. Dia mengaku bahwa dia telah bertemu dengan seseorang di tempat kerjanya, seseorang yang membuatnya merasa hidup kembali. Aku membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Aku tahu ini akan datang, namun tetap saja hatiku hancur. Aku tidak menyalahkannya. Jarak dan waktu telah melakukan tugas mereka dengan sempurna.
Setelah itu, aku merasa seperti kehilangan bagian terbesar dari diriku. Cinta yang dulu mengalir deras kini mengering, meninggalkan ruang kosong yang dingin. Aku mencoba untuk membuka hati pada orang lain, tapi tidak ada yang bisa menggantikan Dicky. Setiap hubungan yang kujalani terasa hampa, seolah aku hanya menjalani rutinitas tanpa rasa.
Waktu terus berlalu, dan aku tetap terjebak dalam kehampaan ini. Teman-temanku mengatakan bahwa aku harus move on, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Hatiku mati rasa, dan aku tidak bisa merasakan cinta lagi. Aku menjalani hari-hari dengan datar, tanpa gairah atau harapan.
Pada suatu malam yang dingin, aku duduk di balkon apartemenku, memandang bintang-bintang. Aku teringat Dicky, teringat semua kenangan indah yang pernah kami bagikan. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku menangis. Air mata yang mengalir membawa sedikit kelegaan, seolah membuka pintu yang telah lama tertutup rapat.
Mungkin, suatu hari nanti, aku akan bisa merasakan cinta lagi. Mungkin, perlahan-lahan, hatiku akan pulih dari luka ini. Tapi untuk saat ini, aku hanya bisa berharap dan menunggu, berharap bahwa semesta akan membawa kebahagiaan kembali dalam hidupku yang mati rasa ini.
Sumbawa, 27 Juli 2024