Di ufuk senja yang jingga, Anggun menatap nanar ke arah samudra. Hembusan angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma asin yang tak mampu menghapus pahit di hatinya. Hari ini, adalah hari di mana ia harus merelakan cintanya, cintanya untuk Bagas.
Bagas, lelaki yang telah mengisi hari-harinya dengan tawa dan kasih sayang selama lima tahun terakhir. Lelaki yang selalu menjadi tempatnya bersandar, berbagi cerita suka dan duka. Namun, takdir berkata lain. Bagas harus pergi meninggalkan Anggun untuk mengejar mimpinya di kota lain.
Keputusan Bagas untuk pergi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, Anggun bangga atas ambisi Bagas untuk meraih masa depannya. Di sisi lain, hatinya hancur berkeping-keping membayangkan hidup tanpa Bagas di sisinya.
"Maafkan aku, Anggun. Aku harus pergi," ujar Bagas dengan suara bergetar, genggaman tangannya erat di tangan Anggun.
Anggun menundukkan kepalanya, air matanya mengalir membasahi pipinya. "Aku mengerti, Bagas. Tapi, kapan kamu kembali?"
Bagas menarik Anggun ke dalam pelukannya. "Aku tidak tahu, Anggun. Tapi, aku berjanji, aku akan selalu mencintaimu. Di mana pun aku berada, hatiku akan selalu untukmu."
Anggun membalas pelukan Bagas erat-erat. Hatinya perih, namun ia tahu, ia harus kuat. Ia harus merelakan Bagas untuk mengejar mimpinya.
"Pergilah, Bagas. Raihlah mimpimu. Aku akan selalu mendoakanmu," bisik Anggun di sela tangisnya.
Bagas melepas pelukannya, menatap Anggun dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, Anggun. Kamu adalah wanita terbaik yang pernah aku temui."
Bagas mengecup kening Anggun sekilas, kemudian berbalik dan melangkah pergi. Anggun hanya bisa memandang kepergian Bagas dengan air mata yang tak henti mengalir.
Di dalam hatinya, Anggun berbisik, "Biarkan aku melepasmu, Bagas. Demi kebahagiaanmu, aku rela."