Mohon tunggu...
Ariq Ilham
Ariq Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Rookie Writer

23y | Olahraga - Lyfe - Vox Pop

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Iya Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pilpres?

25 Januari 2024   08:15 Diperbarui: 25 Januari 2024   08:37 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan kontroversial. Ia menyebut bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon tertentu dalam Pilpres 2024.

Pernyataan tersebut ia sampaikan usai menyerahkan pesawat tempur ke TNI bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, 24 Januari 2024.

Jokowi yang berdiri disamping Menhan sekaligus calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengatakan bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak salah satu paslon, tetapi tidak boleh menggunakan fasilitas negara.

Pernyataan tersebut keluar saat menjawab pertanyaan dari awak media terkait tanggapan Jokowi atas banyaknya menteri di kabinetnya yang terang-terangan mendukung kandidat capres-cawapres tertentu.

Pernyataan Jokowi

"Itu kan hak demokrasi, hak politik setiap orang. (Hak) setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh loh kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh. Tapi, yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Presiden Jokowi.

Jokowi juga menyampaikan bahwa dirinya dan juga menteri selain menjadi pejabat publik juga merupakan pejabat politik.

"Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik? Boleh. Menteri juga boleh," ujar Jokowi.

Kemudian saat ditanya bagaimana cara memastikan agar tidak ada konflik kepentingan, Jokowi kembali menyebut soal larangan menggunakan fasilitas negara.

"Itu saja, yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," jawab Jokowi.

Ketika ditanya lebih lanjut apakah dirinya memihak atau tidak, Jokowi balik bertanya kepada awak media dan diikuti tawa kecil.

Pernyataan Jokowi tersebut menuai sorotan banyak pihak, pasalnya ketika berbicara hal tersebut, disampingnya, berdiri salah satu capres, yakni Prabowo Subianto yang juga merupakan Menteri Pertahanan.

Selain itu, putranya, Gibran Rakabuming Raka juga ikut dalam kontestasi dan menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.

Publik menilai bahwa Jokowi semakin terang terangan memihak dan mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran.

Tanggapan Anies dan Mahfud

Menanggapi pernyataan Jokowi, calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan mengungkit jika Jokowi pernah bicara netralitas.

"Ya, menurut saya masyarakat bisa mencerna dan nanti menakar menimbang pandangan tersebut, karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua. Jadi kami serahkan kepada masyarakat Indonesia untuk menilai," respon Anies. 

Sementara itu calon wakil presiden nomor urut 03 Mahfud MD tidak mempermasalahkan pernyataan Jokowi terkait presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pilpres.

"Ya, nggak papa, kalau presiden mengatakan seperti itu silahkan saja. Mau ikut atau enggak, itu kan terserah," ujar Mahfud kepada wartawan.

Disinggung mengenai aturan dan juga etis atau tidaknya terkait hal tersebut, Mahfud enggan menjawab dan menyuruh wartawan bertanya ke Biro Hukum Sekretariat Negara.

Tanggapan Perludem

Terkait pernyataan kontroversial Presiden Jokowi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai itu sebagai pernyataan yang dangkal.

Perludem berpendapat bahwa pernyataan tersebut berpotensi akan menjadi pembenaran bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pilpres 2024.

Terlebih Jokowi punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pilpres 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka ikut dalam kontestasi mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden nomor urut 02

Perludem menegaskan, netralitas aparatur negara adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan demokratis.

Terkait pernyataan yang ia lontarkan, Jokowi diyakini merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 281 ayat 1 disebutkan:

Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:

  1. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    1. menjalani cuti di luar tanggungan negara

Kemudian pada Bagian Kedelapan UU 17/2017 tentang Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya, pada Pasal 299 memang menyebutkan bahwa Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Begitu pula pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Namun dalam Pasal 282 UU 17/2017 menjelaskan bahwa, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Lebih lanjut pada Pasal 283, undang-undang melarang pejabat negara hingga pejabat ASN mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Menurut Perludem, dalam konteks saat ini, Jokowi dan menterinya adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi mereka untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, terlebih dalam masa kampanye.

Terkait pernyataan Jokowi tersebut, Perludem mendesak Jokowi untuk menarik pernyataannya, selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diminta untuk bersikap tegas menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan pejabat negara.

Tanggapan Guru Besar HTN

Sementara itu, menurut Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN), Prof. Juanda, mengatakan bahwa secara yuridis formal memang ada pasal yang menyebutkan bahwa presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Namun, menurut beliau idealnya seorang presiden harus netral, dan juga aturan tersebut dibuat oleh anggota DPR yang merupakan anggota partai politik, sehingga sarat akan kepentingan 

"Secara hukum tata negara, seorang presiden itu tidak boleh memihak salah satu pasangan, karena presiden sebagai pejabat negara." 

"Idealnya, kenapa tidak boleh, karena undang-undang dibuat oleh anggota partai politik yang tentu mereka membuat undang-undang yang kira-kira menguntungkan kelompok-kelompoknya, demi kepentingan partai politik tersebut." ujar Prof. Juanda.

Prof. Juanda juga berpendapat bahwa UU Pemilu tersebut dalam konteks presiden tidak adil dan tidak benar. Menurutnya harusnya presiden dilarang kampanye (untuk salah satu peserta pemilu).

"Walaupun undang-undang mengatakan boleh, tetapi secara etika, dan asas penyelenggaraan negara, itu tidak boleh." tambah Prof. Juanda.

Sedangkan menurut pakar HTN, Bivitri Susanti, konteks dari Pasal 281 dan 299 UU 17/2017 adalah ketika presiden maju mencalonkan diri menjadi calon presiden untuk periode kedua alias maju sebagai petahana.

Ketika itu terjadi presiden boleh berkampanye untuk dirinya sendiri, seperti yang terjadi di tahun 2019 ketika Presiden Jokowi mencalonkan diri kembali di Pilpres 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun