Di sesi akhir atau closing statement, beliau menutup debat dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan, dan ini sedikit mengurangi nilai penampilannya.
Untuk Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, di awal-awal beliau kurang memberikan kesan yang baik dengan menyampaikan visi misi sambil menyontek, kemudian juga kehabisan waktu karena menyampaikan hal-hal yang kurang penting.
Cak Imin juga beberapa kali belibet, dan blunder karena tidak konsisten dengan ucapannya. Cak Imin juga pasangannya sebelumnya bicara soal prioritas dan memberikan sinyal bahwa IKN bukan prioritas dan kerap mengkritik pembangunan IKN, namun beliau justru menyampaikan ide soal membangun 40 kota baru selevel Jakarta.Â
Ini menjadi logika yang paradoks, meskipun maksud beliau adalah meng-upgrade kota yang sudah ada, bukan benar-benar kota baru, tapi beliau tidak menyampaikannya secara jelas.
Namun secara keseluruhan Cak Imin tampil cukup baik, apa adanya, dan sedikit jenaka, dengan memperkuat gimmick 'slepet'. Beliau juga terlihat santai terutama di separuh akhir, tidak terpancing emosi, dan tidak memojokkan lawan.
Secara keseluruhan ketiga kandidat cawapres tampil cukup baik, namun jawaban dari para cawapres mengenai persoalan ekonomi kerakyatan dan sebagainya tidak terlalu tajam dan belum fokus pada inti persoalan yang dihadapi masyarakat.
Meski begitu, debat capres cawapres menjadi salah satu sarana penilaian bagi pemilih terhadap karakter dan kemampuan calon presiden dan calon wakil presiden, juga kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan calon, yang akan membantu pemilih dalam membuat keputusan.
Melalui debat, publik bisa mempunyai gambaran dan bisa menilai sendiri mana yang layak menjadi pemimpin, figur dan karakter seperti apa yang cocok memimpin Indonesia. Semuanya punya penilaian masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H