Kita mulai tulisan ini dengan cerita tentang sebuah perusahaan yang berambisi untuk menjadi sebuah perusahaan besar dan menguasai banyak bidang. Namun, sayangnya, situasi internal perusahaan tersebut sama sekali tidak harmonis. Kacau. Divisi satu dengan lainnya saling serang. Semuanya melakukan klaim bahwa idenya adalah yang paling benar dan tepat diterapkan demi kesuksesan perusahaan. Lalu, mungkinkah ambisi perusahaan tersebut dapat terealisasi dengan keadaan seperti itu?
Kasus yang sama terjadi di dalam agama Islam saat ini. Pada masa sekarang, begitu banyak aliran-aliran/sekte-sekte/mazhab-mazhab yang eksis di dalam Islam. Sebut saja Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Wahabi dan yang terbaru Islam Liberal. Itu baru sebagian. Masih ada ratusan aliran, baik kecil maupun besar, baik yang sudah dicap sesat atau belum, yang lahir dan berkembang.
Saya tidak mau menghakimi, tapi pada kenyataannya, ribut-ribut antar aliran dalam Islam sendiri sudah bukan rahasia umum lagi. Ambil contoh di Indonesia saja, kasus kekerasan terhadap penganut aliran Ahmadiyah belum juga usai. Selain itu, diskriminasi terhadap warga Syiah di Sampang juga sedang terjadi. Itu baru di Indonesia. Di luar sana, perseteruan antara Ikhwanul Muslimin dan Wahabi juga tak kunjung usai. Bahkan, sampai sesama Al-Qaeda saja, kabarnya juga mengalami perpecahan internal.
Suasana yang tidak harmonis ini, bukannya tanpa sebab. Saya menduga bahwa sabda Muhammad bin Abdullah yang diyakini oleh umat Islam sebagai Nabi, adalah salah satu faktor pendukung ketidakharmonisan ini.
“Pada akhir jaman, umatku akan terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) cabang, dan yang masuk surga hanyalah satu, yakni yang kembali kepada Al~Qur’an dan Hadist!”
Ironisnya, dari 72 cabang tersebut (dan kini malah sudah terhitung ratusan), semua mengklaim bahwa aliran merekalah yang memegang teguh nilai Al-Quran dan Hadist. Tentu saja dengan argumen mereka masing-masing. Dan, jika muncul pertanyaan 'lalu siapa yang bakal masuk surga?'...saya yakin semuanya bakal angkat tangan.
Saya pikir memang wajar, jika ada hukum seperti itu, maka aliran satu akan menjatuhkan aliran lainnya agar bisa menjadi The Only One. Menjadi satu-satunya aliran yang dianggap paling benar. Rasa empati dan rasa persaudaraan bisa disingkirkan sejenak atas nama "melawan kesesatan". Kontradiktif dengan slogan "Islam bagaikan tubuh, jika satu tersakiti maka yang lain akan merasakan sakit yang sama".
Maka tidak ada salahnya bagi Umat Islam yang moderat, untuk membuka mata bahwa problem terbesar agama kalian bukanlah "konspirasi zionis". Tapi masalah ada pada keributan di internal. Saya bisa mengerti ambisi besar tentang satu tatanan dunia dalam payung kekhilafahan. Namun, bagaimana mungkin itu bisa terjadi jika dalam satu agama saja (yang katanya saudara), masih ada pertengkaran-pertengkaran dan perselisihan-perselisihan yang sebenarnya tidak perlu?
Jadi, jangan marah jika ada yang menyebut konsep tentang negara Khilafah hanyalah mimpi di siang bolong. Menerima yang berbeda dalam satu agama saja masih sulit, apalagi menerima yang berbeda secara agama maupun keyakinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H