Kamis, 26 Desember 2024
Pesta St. Stefanus, Martir Pertama
Kis 6:8-10; 7:54-59; Mat 10:17-22
Hari ini kita merayakan Pesta St. Stefanus, yang di dalam Gereja Katolik merupakan martir pertama. Bacaan-bacaan dalam pesta ini menarik untuk kita renungkan, terlebih karena kita sedang merayakan Natal, merayakan kelahiran Juruselamat kita. Tetapi sehari berselang, di hari ini, kita merayakan St. Stefanus, yang mati karena dirajam.
Kisah tentang St. Stefanus tercatat dalam buku Kisah Para Rasul bab 6 dan 7. Kisah tersebut menggambarkan tentang kesetiaan, keberanian, dan pengorbanan untuk menjadi saksi Kristus kapan pun dan di mana pun hingga akhir hayat. St. Stefanus sendiri merupakan salah satu dari diakon pertama dalam Gereja. Dia dipilih karena dipenuhi dengan Roh Kudus dan memiliki himat yang berasal dari Allah. Namun, sebagai seorang saksi Kristus yang berani, ia tidak hanya menghadapi penghargaan, tetapi juga penolakan dan penganiayaan yang hebat.
Ada beberapa hal yang penting untuk kita hidupi yang inspirasinya bisa kita ambil dari kisah St. Stefanus ini dalam bacaan pertama hari ini. Pertama, kesaksian untuk mewartakan Tuhan tidak bisa dihentikan. St. Stefanus adalah seorang yang penuh dengan kuasa Allah dan penuh dengan hikmat Allah. Ia dikenal memiliki kemampuan untuk mengadakan mukjizat.
Akan tetapi, hal penting yang patut diperhatikan adalah kesaksian tentang Yesus yang ia sampaikan melalui perkataan dan perbuatannya. Ketika St. Stefanus berbicara tentang Tuhan Yesus, lawan-lawannya tidak mampu mengalahkan hikmat yang diberikan kepadanya. Memang orang yang dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus, akan selalu bertindak berdasarkan tuntunan Roh Kudus.
Apa yang terjadi pada diri St. Stefanus mendapat reaksi dari banyak orang. Biasanya reaksi orang ada dua: ada yang senang dan ada yang tidak senang. Orang yang senang dengan St. Stefanus pasti merasa bahwa St. Stefanus berada pada langkah yang tepat untuk tetap teguh pada imannya akan Yesus.
Sedangkan mereka yang tidak senang dengan St. Stefanus merasa risih dengannya karena St. Stefanus menyebut Yesus sebagai Anak Manusia yang memiliki kedudukan yang setara dengan Allah.
Meski mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang yang tidak suka dengan iman dan kepercayaannya, St. Stefanus tetap berdiri teguh dengan imannya akan Yesus. St. Stefanus tetap berdiri teguh dan tetap bersaksi tentang kebenaran yang dia lihat. Dia tidak takut untuk mengungkapkan penglihatannya, walau itu memberikan konsekuensi yang serius bagi dirinya sendiri.