Bahasa adalah alat komunikasi manusia. Dengan bahasa, seseorang bisa berkomunikasi dan mengutarakan pesan dan maksud ketika berbicara dengan lawan bicaranya. Demikian fungsi dari bahasa adalah menyampaikan pesan kepada seseorang yang diajak bicara.
Bahasa memiliki sifat. Sifat bahasa adalah dinamis. Bukan statis. Dinamis berarti selalu ada perubahan, tidak tetap, tidak kaku. Bahasa selalu berkembang dari waktu ke waktu, selalu memunculkan sesuatu sesuai dengan zaman, dan seiring zaman, ada bahasa yang hilang.
Kita bisa melihat contoh nyata pada bahasa tercinta kita, bahasa Indonesia. Dulu bahasa kita sungguh berbeda. Sebagai contoh, kita memiliki kata "poetri", "doeloe", "jang", "tjipta". Sekarang, kata-kata ini telah berubah menjadi "putri", "dulu", "yang", "cipta".
Namun, dalam perjalanan waktu pula, bahasa Indonesia mengalami tantangan. Eksistensi bahasa Indonesia mendapat ancaman serius sebab penggunaannya yang kian hari kian dianggap ngawur.
Ketika penggunaan handphone masif penggunaannya di awal tahun 2000-an, kita mengenal bahasa SMS. Bahasa SMS menjadi polemik kala itu karena menggunakan singkatan, seperti, "yg", "t4", "krn" yang masing-masing untuk menghemat kata "yang", "tempat", "karena". Alasan orang kebanyakan adalah demi menghemat pulsa.
Tantangan bahasa Indonesia berlanjut ketika media sosial berhasil menguasai publik. Chat di facebook, di whatsapp kurang lebih sama penggunaannya dengan bahasa SMS. Masih menggunakan singkatan-singkatan. Namun,tetap ada perbedaan seperti kata "p" telah menggantikan ucapan "halo", "selamat pagi", "selamat siang", "selamat sore", dan seterusnya.
Sekarang, bahasa Indonesia kembali diterpa tantangan. Bahasa Indonesia dihadapkan dengan fenomena bahasa anak Jaksel yang sangat kental dengan penggunaan bahasa campuran Indonesia-Inggris. Kata-kata bahasa Inggris yang biasa dicampur dengan bahasa Indonesia, seperti basicly, literally, which is, prefer, even, dan sebagainya.
Memang, sesuai dengan sifatnya, tidak ada masalahnya dengan pencampuran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris alias bahasa anak Jaksel ini. Sesuai dengan sifatnya yang dinamis, bahasa menjadi abriter oleh penggunanya. Termasuk ketika bahasa anak Jaksel ini muncul ke permukaan, ini adalah imbas dari dinamisnya suatu bahasa.
Lalu, yang menjadi pertanyaannya, apakah pencampuran dalam bahasa anak Jaksel akan merusak bahasa Indonesia? Apa yang menyebabkan bahasa anak Jaksel ini muncul?