"Minta maaf, saya kurang setuju dengan pernyataan itu. Kita memang berbeda umur. Saya boleh masih muda, dan Anda boleh sudah tua. Namun, soal kematian, tidak ada yang tahu. Tujuan perjalanan kita sama. Kita sama-sama menuju kematian. Tapi, kita masing-masing tidak tahu seberapa panjang rute perjalanan kita menuju kematian itu. Bisa saja perjalanan saya lebih singkat, dan Anda memiliki perjalanan yang masih sangat jauh untuk menuju ke sana".
Mendengar hal itu, lawan bicara saya ini terdiam. Saya juga ikutan terdiam. Kami sama-sama terdiam.
"Terima kasih untuk kata-katamu. Kamu sungguh mengubah pikiran saya hari ini. Mari menari di depan pintu kematian"
Setelah mengatakan itu, si lawan bicara sempat tersenyum menatap saya. Sesaat kemudian, dia pergi dengan tenang. Menuju ke rumahnya. Melihat matanya, saya melihat ada suatu ketenangan yang mendalam.
Ya, semoga dia menikmati kehidupannya, menangkap setiap makna yang hadir dalam setiap aktivitasnya, melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain. Begitu pula dengan saya. Semoga saya juga menikmati kehidupan dengan hati. Dengan penuh kegembiraan.
Agar kematian kita menjadi penuh arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H