Mohon tunggu...
Mario Pr
Mario Pr Mohon Tunggu... -

Mencintai kebenaran dengan menebarkan kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

FB yang Terlalu Sering Diakses: Proses Dehumanisasi Wanita

12 Mei 2014   17:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi sebagian orang terutama yang dewasa, aktifitas seksual merupakan daya cinta yang hadir di tengah-tengah keharmonisan keluarga. Tak bisa dipungkiri, seks merupakan kebutuhan yang bersifat mutlak untuk dipenuhi sama halnya dengan makan, minum, berpakaian dan memiliki tempat naungan. dan tentunya aktifitas ini dilakukan oleh pasangan suami istri yang telah sah dengan ikatan perkawinan dan dengan kerelaan saling mencintai antar sesama pasangan yang melakukannya, jika terpaksa itu dinamakan tindak pemerkosaan yang tercatat dalam buku nikah.

Beberapa pasangan jika telah 10 atau 15 tahun menikah, bahkan mungkin ada yang baru 5 tahun,  aktifitas seksual terasa seperti telah hambar dan terus dilakukan. Dan tentunya ini memerlukan stimulan untuk merangsang kembali nafsu yang membara agar terbakar kembali kenikmatan malam yang penuh dengan desahan. Maka Film Blue (porno untuk kasarannya) menjadi alternatif  yang dipilih untuk menjadi stimulator yang handal untuk permasalahan ini. Jelas secara penyiaran hal tersebut tentu diperbolehkan bagi masyarakat umum mengingat usia dan status dari konsumen FB ini diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Hanya saja, banyak masyarakat yang terkecoh dengan persepsi ini. FB, bukan tak memiliki masalah dalam tingkat konsumsinya sebagai stimultan aktifitas seks tetapi juga ibarat bom waktu yang siap meledak berdasarkan waktu yang terus berjalan. Beberapa masalah yang ditimbulkan dari FB ini sangat-sangat merusak, bagi pasangan suami istri sendiri akan terjadi utopia dengan menginginkan pasangan lain yang lebih hebat dalam bercinta lebih dari pasangannya, maka seketika itu pula benih-0benih perselingkuhan tumbuh bermekaran disaat cuaca rumah tangga yang tidak kondusif. Belum lagi dengan remaja dan anak-anak yang belum menikah, mengingat dengan mudahnya akses untuk mendapatkan barang haram ini dimana-mana, via hard dengan mendatangi tukang asongan kaset dipinggir jalan, via soft dengan mendatangi warnet-warnet di samping rumah yang memiliki koneksi internet yang cepat dan tanpa proxy untuk situs-situs menggairahkan tersebut.

Maka tak mengherankan jika di media cetak dan elektronik mengabarkan muncul perselingkuhan yang berakhir dengan pertumpahan darah,  seorang anak di bawah umur dilarikan dan disetubuhi hingga puluhan kali oleh puluhan pria, guru yang bejat menggauli murid bodoh dikelasnya dengan modus privat, seorang ustadz kalap dan melahap keperawanan murid ngajinya, predator anak yang terlalu haus seks sehingga menjadikan sekolah internasional ladang berburunya dan masih banyak lagi kasus-kasus seksual yang mungkin terjadi setiap jamnya di negeri ini akibat pengaruh FB.

Tulisan ini bukan mengupas dampak negatif dari FB secara global tapi melihatnya dengan perspektif barat menggunakan pisau analisis HAM yang sering digaung-gaungkan. Jika kebanyakan kita lihat industri pornografi yang begitu marak tentu berasal dari barat dengan pemain dan akses yang begitu leluasa serta gaya hidup yang mendorong kesempatan untuk kesana. Dari 15 Negara dengan tingkat produksifitas FB terbanyak 8 diantaranya berasal dari barat dan tentu sisanya berasal dari serumpun Asia. Tapi tak ada asap bila api tak menyala, ungkapan itu tepat untuk dipilih menggambarkan hal tersebut. Asal film esek-esek ini berasal dari barat dan menyebar ke timur dengan industrialisasi komoditas.

Dahulu, pada saat proyektor gambar bergerak diciptakan pada tahun 1859 Eugene Pirou dan Albert Krichner menciptakan film seorang wanita yang akan melepaskan pakaiannya dan inilah pelpor terciptanya FB di masa yang akan datang. Mereka berdua membuat merek dagang dengan nama Lear dan akhirnya diadopsi di Prancis sehingga terus membesar dan menyebar hingga ke belahan Eropa lainnya. Bayangkan saja, menurut Timothy Egan wartawan New York Times, Amerika Serikat mendapatkan keuntungan USD 10 miliar per tahun. Ternyata bisnis kantung cairan dan liang peranakan ini sangat membantu pendapatan negara dan menghidupi orang banyak maka tak mengherankan artis-artis porno pemeran FB itu menjadi kaya raya dengan menjual kehormatan dirinya dan mencampakkannya demi segepok uang dan merusak terlalu banyak sendi-sendi masyarakat.

Tak disadari ternyata FB itu bukan hanya mengguntungkan pihak pemodal (kapitalis) saja yang ingin mengeruk harta sebanyak-banyaknya dari tontonan yang selalu menarik perhatian para remaja yang baru akan berkembang dan tumbuh diusianya yang buruh bnayak pembelajaran. Mereka juga melakukan eksploitasi terhadap wanita dengan ganasnya, tubuh diumbarkan demi uang, digerak-gerakan demi industri pemilik sebagian orang yang kaya. wanita seolah-olah hadir di dunia ini sebagai mesin uang yang sangat potensial dengan tubuhnya dan tempat pelampiasan kenikmatan saja, semakin cantik ia semakin montok ia maka semakin laku keras dijual dipasaran dengan garapan FB tersebut. Ini membuktikan telah terjadi demoralisasi dan dehumanisasi telah terjadi 2 abad silam dan terus dipertahankan oleh industri perfilman dan tingkat konsumtif masyarakat yang menggap biasa hal tersebut.

wanita yang diciptakan oleh Tuhan dengan kesempurnaannya yang sama dengan pria harus dioyak dan dicabik kehormatannya, dijadikan mesin produksi manusia dengan memanfaatkan kepuasan dan kebutuhan biologis yang dijadikan gambar bergerak yang ditonton oleh seluruh manusia. Padahal dahulu, tindakan prostisusi saja harus dilakukan ditempat tertutup oleh mereka yang sama-sama membutuhkan dan saat ini telah menjelajah ke ruang publik dengan komiditas yang lebih mudah, cepat dan menggiurkan. wanita benar-benar turun derajatnya lebih hina dari binatang yang jika ditanya sekalipun tak ingin hubungan seksual mereka diposting untuk dikonsumsi oleh binatang-binatang yang lain.

Inilah produk berbahaya yang merusak otak dan mental, menghancurkan kemanusia dan menciptakan kondisi sosial yang buruk di tengah-tengah masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi di dalamnya menuju ke arah masyarakat yang terbinatangkan oleh hawa nafsu, yang manusia sendiri pun memiliki cara yang lazim dan terhormat untuk melakukannya. Agama sendiri memberikan jalannya dan dampak yang baik yang diinginkan dalam pembentukan masyarakat yang baik secara moral dan intelektual dengan memanusiakan manusia.

HAM ternyata hanya dimaknai oleh hukum yang berlaku bukan dengan eksplotasi ekonomi atau parasitologi sosial yang nyata di tengah-tengah masyarakat yang terus menumbuhkan peradabannya. Maka jika peradaban itu dibangun atas dasar pronografi dan FB di dalamnya, sudah dipastikan kedepannya binatang akan melakukan invasi terhadap peradaban manusia karena sudah memiliki kesamaan dan setan akan mengganggur untuk waktu yang lama dengan neraka yang sudah Tuhan ciptakan dengan nyala api yang tak pernah padam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun