Lindungi Privasi Anak sejak Dini
Anak-anak kita bukan konten. Mereka adalah individu yang berhak atas privasi dan masa depan yang aman di dunia digital
Sebagai orang tua di era digital, berbagi momen tumbuh kembang anak di media sosial sudah menjadi hal yang lumrah. Dari momen pertama kali anak berjalan, ulang tahun, hingga pencapaian kecil mereka di sekolah, semua terasa sayang jika tidak diabadikan dan dibagikan. Namun, di balik kesenangan berbagi, ada risiko yang sering kali terabaikan. Tren ini dikenal dengan istilah sharenting gabungan dari share (berbagi) dan parenting (pengasuhan).
Saya sendiri pernah merasakan dilema dalam hal ini. Di satu sisi, saya ingin berbagi kebahagiaan tentang perkembangan anak saya dengan keluarga dan teman-teman. Namun, di sisi lain, saya mulai mempertanyakan sejauh mana batasan yang harus saya tetapkan agar tetap aman dan tidak melanggar privasi anak. Saya pun mulai mencari tahu lebih dalam tentang dampak sharenting dari berbagai sudut pandang.
Fenomena sharenting sebenarnya memiliki sisi positif. Selain menjadi dokumentasi pribadi, berbagi pengalaman mengasuh anak juga bisa menjadi inspirasi bagi orang tua lain. Namun, tanpa kesadaran akan risikonya, sharenting bisa menjadi bumerang. Dari pencurian identitas, eksploitasi, hingga dampak psikologis bagi anak di kemudian hari, semua harus dipertimbangkan dengan matang sebelum menekan tombol "unggah."
Beberapa kasus telah membuktikan bahwa informasi pribadi anak yang dibagikan secara sembarangan bisa disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, di beberapa negara, ada aturan hukum yang mengatur tentang hak privasi anak terhadap konten yang diunggah oleh orang tua mereka. Ini menunjukkan bahwa sharenting bukan sekadar perkara berbagi kebahagiaan, tetapi juga menyangkut perlindungan anak dalam dunia digital.
Lalu, bagaimana cara kita memilih sharenting yang bijak dan aman? Apa saja yang harus diperhatikan sebelum membagikan foto atau cerita tentang anak di media sosial? Dalam artikel ini, kita akan membahas cara bijak dalam melakukan sharenting agar tetap aman dan tidak merugikan anak di masa depan.
Salah satu langkah pertama dalam sharenting yang bijak adalah memahami batasan privasi anak. Sebelum membagikan foto atau cerita tentang mereka, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah ini akan membuat anak saya malu atau tidak nyaman di masa depan?" Jika ada sedikit saja keraguan, lebih baik tidak membagikannya.
Selain itu, penting untuk memilah siapa yang bisa melihat unggahan kita. Gunakan fitur privasi di media sosial untuk membatasi audiens hanya kepada orang-orang yang benar-benar dikenal. Hindari membagikan informasi pribadi seperti lokasi sekolah anak, nama lengkap, atau detail yang bisa digunakan untuk melacak mereka.
Selanjutnya, libatkan anak dalam keputusan sharenting, terutama jika mereka sudah cukup besar untuk memahami. Ajarkan mereka tentang dunia digital, dampaknya, serta hak mereka atas privasi sendiri. Jika mereka merasa tidak nyaman dengan foto atau cerita tertentu yang ingin kita unggah, sebaiknya hormati keputusan mereka.
Pahami pula bahwa tidak semua momen harus dibagikan di dunia maya. Dokumentasi tumbuh kembang anak bisa dilakukan secara pribadi, seperti menyimpan foto di album keluarga atau membuat jurnal digital yang hanya bisa diakses oleh orang tua. Dengan begitu, kita tetap bisa menyimpan kenangan tanpa harus mengekspos anak kepada dunia luar.