Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tamu Tak Diundang

5 Januari 2025   07:46 Diperbarui: 5 Januari 2025   07:46 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tamu Tak Diundang

Hidup Adalah Persiapan Menyambut Tamu Terakhir

Jangan pernah menganggap hidup ini hanya tentang kesenangan duniawi. Perbanyak amal, perbaiki diri, dan sebarkan kebaikan. Ingatlah bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik daripada kemarin.

Dalam kehidupan, tamu adalah bagian yang tak terpisahkan. Ada kalanya mereka datang tanpa pemberitahuan, seperti teman lama, saudara jauh, peminta sumbangan, atau bahkan seorang pengemis yang mengetuk pintu. Meski tak diundang, tamu kerap membawa kebahagiaan, cerita baru, atau setidaknya keberkahan yang dipercaya akan hadir bersama mereka. Karenanya, kita diajarkan untuk menyambut tamu dengan hati lapang dan senyuman hangat.

Dalam budaya kita, kedatangan tamu sering dianggap sebagai bentuk kehormatan. Bahkan dalam banyak tradisi, menyambut tamu dengan baik adalah cerminan kebaikan hati dan keramahan tuan rumah. Suguhan sederhana seperti segelas air atau sepiring makanan kecil dapat menjadi wujud penghargaan terhadap tamu yang datang. Tidak harus mewah, karena perhatian dan niat baiklah yang lebih utama. Ketulusan dalam menerima tamu mencerminkan rasa syukur kita atas kesempatan untuk berbagi dan menjalin silaturahmi.

Namun, ada satu tamu yang sangat berbeda. Tamu ini datang tak diundang, tanpa pemberitahuan, tidak ada yang tahu kapan dan di mana ia akan datang dan hanya sekali seumur hidup atau bagaimana wujud pertemuan itu terjadi. Kehadirannya tak meminta diberikan jamuan, pelukan hangat, atau sapaan ramah. Tamu ini datang dengan keheningan, membawa tugas yang pasti. Ia tidak butuh disambut. Kehadirannya tak bisa ditolak, tak dapat dielakkan, dan saat ia tiba, hanya kita yang dapat "melihatnya." Dialah malaikat maut, sang pengingat terakhir tentang kefanaan hidup ini. Tugasnya sederhana namun penuh makna: memisahkan ruh dari tubuh, menghantarkan kita menuju keabadian. Tak seorang pun dapat melarikan diri darinya, karena ia adalah kepastian yang telah ditetapkan sejak awal penciptaan.

Menariknya, meski kedatangannya tak dapat dihindari, banyak dari kita cenderung mengabaikan atau bahkan takut memikirkan kehadirannya. Padahal, mengingat kematian seharusnya menjadi motivasi untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna. Tamu ini mengajarkan kita untuk tidak menunda kebaikan, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, dan menjaga hubungan dengan sesama serta Sang Pencipta. Karena saat tamu ini datang, tidak ada yang bisa kita bawa selain amal dan jejak kebaikan yang telah ditanamkan selama hidup.

Oleh karena itu, hidup dengan kesadaran akan kehadiran tamu terakhir ini adalah langkah bijak untuk meraih ketenangan batin. Tidak berarti kita harus hidup dalam ketakutan, melainkan menjadikannya pengingat untuk menghargai setiap detik waktu yang ada. Dengan begitu, kita dapat menyambut kehadirannya dengan hati yang lapang, layaknya seorang tuan rumah yang telah siap menerima tamu istimewa.

Fenomena ini mengajarkan kita sebuah pelajaran penting. Hidup adalah kesempatan untuk mempersiapkan diri menyambut tamu terakhir ini dengan bekal terbaik. Bukankah lebih baik jika saat ia mengetuk, kita sudah siap menyambut dengan doa, amal, dan hati yang bersih? Malaikat maut bukan musuh, melainkan pengingat bahwa hidup ini sementara dan bahwa kita harus menjalani hari-hari dengan penuh kesadaran dan kebaikan.

Setiap manusia memiliki waktu yang terbatas, tetapi sering kali kita terlena oleh kesibukan duniawi. Kita mengejar kekayaan, jabatan, dan popularitas tanpa menyadari bahwa semua itu tidak akan kita bawa saat tamu tak diundang ini tiba. Satu-satunya yang akan menyelamatkan kita hanyalah amal baik, ketakwaan, dan cinta kasih yang kita tebarkan selama hidup.

Persiapan menghadapi tamu ini seharusnya menjadi prioritas kita. Kita perlu menyisihkan waktu untuk merenungkan tujuan hidup, memperbaiki hubungan dengan sesama, dan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Sebagaimana tamu membawa keberkahan dalam hidup, malaikat maut mengingatkan kita bahwa akhir kehidupan bisa menjadi awal dari kebahagiaan abadi jika kita telah mempersiapkan diri dengan baik.

Malaikat maut juga mengajarkan keadilan. Ia tidak membeda-bedakan kaya atau miskin, muda atau tua, sehat atau sakit. Kehadirannya adalah wujud dari janji Allah yang tidak akan pernah meleset. Maka, daripada takut atau cemas, lebih baik kita menyambutnya dengan ketenangan yang lahir dari keyakinan bahwa hidup telah kita jalani dengan penuh makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun