Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aceh 2004-2024: Refleksi Dua Dekade Tragedi Tsunami dan Perjuangan

26 Desember 2024   21:23 Diperbarui: 26 Desember 2024   21:25 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika hidup memberi kita ujian berat, seperti yang dialami Aceh dua dekade lalu, itu bukanlah akhir dari segalanya. Tsunami mengajarkan bahwa meskipun kita kehilangan segalanya, kita masih memiliki satu hal yang tak ternilai: harapan.

Dua dekade telah berlalu sejak bencana maha dahsyat mengguncang Aceh pada 26 Desember 2004. Gelombang tsunami setinggi belasan meter menyapu bersih pesisir dan meninggalkan duka mendalam yang tidak hanya dirasakan masyarakat Aceh, tetapi juga seluruh dunia.

Waktu kejadian tersebut, saya masih kuliah di Medan. Saat itu adalah hari Minggu pagi, seperti biasa anak kos, mencuci baju dan membuat sarapan ala kadarnya. Tiba-tiba, gempa besar terasa mengguncang. Alhamdulillah, kampung saya di Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, tidak terdampak tsunami. Namun, berita bencana itu segera menyebar. Dari siaran radio hingga televisi, semua memberitakan kehancuran dan kehilangan yang terjadi di Aceh. Perasaan ngeri bercampur haru melihat dampaknya, membuat saya sadar betapa kecil dan tak berdayanya manusia di hadapan alam.

Bencana itu bukan hanya soal gelombang besar yang menghancurkan, tetapi juga tentang bagaimana manusia menghadapi kehilangan dan memulai perjuangan baru dari titik nol. Kini, dua dekade kemudian, refleksi atas peristiwa itu menjadi pelajaran berharga tentang kebersamaan, ketangguhan, dan harapan di tengah cobaan hidup.

Luka yang Tak Pernah Luntur

Bagi masyarakat Aceh, tsunami bukan hanya tentang kehilangan fisik, tetapi juga trauma psikologis yang sulit terhapus. Banyak yang kehilangan seluruh keluarga, harta benda, dan masa depan mereka dalam hitungan menit. Kota-kota yang dulunya penuh kehidupan berubah menjadi kuburan massal. Di sudut-sudut desa, masih banyak monumen dan situs yang berdiri untuk mengenang mereka yang telah tiada.

Meski waktu telah berlalu, luka itu tetap ada. Tidak sedikit yang masih merasa kesulitan menjalani kehidupan akibat kenangan pahit tersebut. Namun, di tengah kesedihan, Aceh terus mencoba bangkit, membawa semangat kebersamaan dan saling mendukung.

Kebangkitan dari Puing-Puing

Setelah tsunami, Aceh menerima bantuan internasional yang luar biasa besar. Berbagai negara, organisasi, dan individu bergandengan tangan untuk membantu Aceh kembali berdiri. Pembangunan infrastruktur, rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan menjadi prioritas utama. Di sisi lain, masyarakat Aceh belajar untuk saling mendukung, beradaptasi dengan kehidupan baru, dan memulai kembali dari nol.

Bencana ini juga menjadi titik balik bagi Aceh untuk membangun kembali bukan hanya secara fisik, tetapi juga sosial dan budaya. Konflik bersenjata yang selama ini membayangi Aceh perlahan menemui jalan damai setelah adanya bencana tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bencana dapat menjadi pengingat betapa pentingnya persatuan dan kerja sama dalam menghadapi tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun