"Sebab ilmu itu bekal sepanjang hayat."
Kami yang duduk di bangku kayu,
Hanya bisa mengangguk, walau tak selalu paham.
Ah, guru kami, nak,
Dialah yang mengajar kami membaca,
Mengenal angka, dan menghitung mimpi.
Ia sabar, seperti air yang mengikis batu,
Perlahan, tapi meninggalkan bekas.
Tahu tidak, nak?
Dia bahkan berjalan jauh ke desa kami,
Hujan dan panas tak menghalangi langkahnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!