Aku bisa membeli obat di apotek sana, Â
Namun kesehatan tak dapat kubawa pulang, Â
Berlembar uang tak mampu menyembuhkan luka, Â
Hanya waktu yang kan menjahit dengan pelan. Â
Aku bisa membeli jam emas berkilau, Â
Namun waktu tetap saja berlari cepat, Â
Jarum-jarum kecil itu tak pernah mengalah, Â
Meninggalkan jejak yang tak pernah tamat. Â
Kesehatan bukanlah barang dagangan, Â
Ia adalah hadiah dari alam yang suci, Â
Dan waktu, bagai angin yang datang dan pergi, Â
Menghitung setiap detik hingga tiba saat kembali. Â
Aku bisa membeli harta, Â
Namun jiwa tak bisa kubayar, Â
Kesehatan dan waktu adalah mutiara, Â
Yang hanya bisa kusyukuri dengan sadar. Â
Malam panjang, siang silih berganti, Â
Jam berdetak tanpa mengenal lelah, Â
Sakit mengingatkan pada rapuhnya diri, Â
Bahwa hidup ini hanya sementara singgah. Â
Aku bisa membeli kenyamanan, Â
Namun damai tak terjual di pasar, Â
Obat mungkin meredakan rasa, Â
Namun tak mampu menenangkan jiwa yang gusar. Â
Setiap pagi terbit, setiap malam terbenam, Â
Waktu adalah penguasa tanpa tanding, Â
Kesehatan adalah titipan yang harus kujaga, Â
Karena saat hilang, semuanya menjadi tak berarti. Â
Aku bisa membeli kekayaan, Â
Namun kebahagiaan sejati tak tersentuh oleh harta, Â
Jam berputar, usia semakin tua, Â
Namun makna hidup tak bisa dibeli dengan angka. Â
Obat, jam, dan harta duniawi, Â
Hanya ilusi di tengah perjalanan ini, Â
Yang sejati adalah waktu yang kulewati, Â
Dan kesehatan yang ada pada diri. Â
Akhirnya aku sadar dalam keheningan malam, Â
Bahwa semua yang kubeli hanya fana, Â
Waktu dan kesehatan adalah rahmat yang dalam, Â
Yang harus kusyukuri, selagi masih ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H