Mohon tunggu...
Mario John
Mario John Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hi!

Mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran 2021. Tertarik dalam bidang pengembangan diri, edukasi, kewirausahaan, pariwisata dan juga banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toxic Masculinity di Indonesia: Tantangan Menuju Kesetaraan Gender

30 November 2023   22:25 Diperbarui: 30 November 2023   22:54 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theconversation.com

Toxic Masculinity di Indonesia: Tantangan Menuju Kesetaraan Gender

Pertanyaan mengenai "toxic masculinity" atau maskulinitas beracun mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun fenomena ini semakin mencuat dalam diskusi seputar peran gender dan pola pikir di masyarakat terutama dalam masyarakat kita Indonesia. 

Toxic masculinity mengacu pada norma-norma sosial yang menekankan atribut maskulin tertentu, seperti keberanian, dominasi, dan ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi selain kemarahan. Sebagai dampaknya, konsep ini dapat merugikan baik pria maupun perempuan, dan bahkan meracuni dinamika sosial secara keseluruhan.

Singkatnya toxic masculinity adalah konsep yang digunakan untuk menggambarkan aspek hegemoni masculinity yang merusak secara sosial, seperti misogyny (misogini), homofobia, dan dominasi kekerasan. 

Konsep ini berasal dari teori psikolog Shepherd Bliss pada tahun 1990 dan digunakan untuk membedakan dan memisahkan nilai positif dan nilai negatif dari gender laki-laki berdasarkan sumber yang dikutip dari situs kemenkes.go.id. 

Toxic masculinity terjadi ketika seseorang laki-laki mengalami tekanan untuk mencapai standar yang ditentukan masyarakat, seperti ketangguhan, anti-feminitas, dan kekuasaan. 

Dampak toxic masculinity dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, stigma maskulin, gangguan emosional, dan penyalahgunaan obat-obatan. Toxic masculinity juga berhubungan dengan kekuasaan seksual dan empati rendah. Dalam masyarakat yang memegang teguh nilai patriarki, toxic masculinity masih marak terjadi, terutama pada generasi Z.

Apa Itu Toxic Masculinity?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun