FIFA World Cup adalah salah satu mimpi besar Indonesia. Dengan berhasilnya Indonesia memenangkan pengajuan menjadi tuan rumah hingga punya 'advantage' timnas bisa berlaga di FIFA WC U-20, seharusnya menjadi cerita 'harum' bagi Indonesia.
Menjadi tuan rumah (host)Selain itu, keberhasilan ini juga akan menandakan suatu upaya sepak bola Indonesia untuk bisa bangkit dari keterpurukan akibat tragedi Kanjuruhan dan berbagai persoalan lain yang selama ini membeli sepak bola Indonesia. Terlebih lagi di tangan kepengurusan baru PSSI di bawah Erick Thohir, ini akan jadi langkah penting bagi upaya dan semangat revolusi sepak bola Indonesia.
Itu sebabnya Erick Thohir, selaku Ketua PSSI, berjuang keras memastikan seluruh persiapan termasuk infrastruktur stadion berstandar FIFA, mengikuti seluruh rekomendasi FIFA, dan berkomitmen untuk membenahi secara total sepak bola Indonesia. Alhasil persiapan Indonesia memang diapresiasi FIFA. Dan untuk menuju ke arah itu, tidak mudah. Presiden Jokowi -- melalui utusannya, Erick Thohir waktu itu -- harus melakukan lobi-lobi lama demi memastikan Indonesia tidak dibanned dan akhirnya tetap bisa menjadi tuan rumah FIFA WC U-20 yang dimenangkannya.
Duka Sepak Bola Kita
Dengan melihat seluruh rangkaian upaya PSSI dan pemerintah, maka wajar apabila saat itu ada optimisme yang sangat besar publik sepak bola tanah air. Seluruh jajaran pengurus PSSI, ofisial timnas, pelatih dan para pemain bersatu padu, bekerja sama, untuk memastikan 'kepantasan' Indonesia berlaga di kompetisi nomor dua FIFA itu.
Optimisme itu juga ditambah dengan fakta bahwa selama ini Erick Thohir memiliki catatan yang selalu berhasil dalam menyelenggarakan event-event Internasional. Â
Sayangnya, detik-detik akhir, segalanya buyar akibat blunder yang dilakukan oleh para politisi, berakibat Indonesia dicoret FIFA sebagai tuan rumah.
Ini jadi kesedihan nasional. Pemerintah, PSSI, para pemain dan seluruh rakyat Indonesia sedih atas kejadian ini. Sejumlah pemain menyesalkan mengapa ada segelintir politisi yang tegas memupuskan harapan anak bangsanya.
Bahkan beberapa pemain melampiaskan protes mereka di kolom-kolom komentar sejumlah akun medsos para politisi yang bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Intervensi dan Inkonsistensi Politisi
Persoalan utamanya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, blunder intervensi politik dari sejumlah politisi. Hal ini paling kentara adalah penolakan dari sejumlah politisi, organisasi dan parpol atas keikutsertaan Israel di event WC U-20 ini.
Bermula dari pembatalan drawing di Bali, dan lebih fatal lagi, adanya pernyataan yang sebut bahwa di Bali, ditakutkan terulangnya bom atau terorisme. Ini dilontarkan politisi yang posisinya urgent, Gubernur Bali.
Kedua, blunder politisi ini juga terlihat dari inkonsistensi beberapa kepala daerah yang semula sudah menandatangani "government guarantee", keamanan di sejumlah daerah, tempat digelarnya WC U-20. Gubernur Bali dan Jawa Tengah yang menolak keikutsertaan Israel adalah termasuk yang sudah menandatangani 'government guarantee'. Jadi penolakan mereka sebetulnya tidak relevan dan menunjukkan bahwa mereka tidak konsisten.