Aku dan segenap kesadaran diri terlarut dalam khayalan,
sampai kapan pun langit masih tetap jauh dari jangkauan mata, laut tetaplah biru dan tak akan mengubah warna,
Angin tidak  pernah tampakkan wujud, kecuali cukup dirasakan saja,
Matahari tak mungkin terbit dari ufuk barat.
Begitu pula dengan shimpony hati yang tak pernah bebas dari penjara rasa.
Hati tidak pernah bisa merubah takdirnya kecuali merasa.
Hati tidak akan pernah berubah menjadi seperti mata yang hanya mampu melihat saja, atau telinga yang bisa mendengarkan saja.
Ia juga berbeda dari indera pengecap yang hanya mampu memilah rasa pahit, asin, manis, hambar atau sejenis rasa lainnya.
Hati hanya bisa berpasrah pada kenyataan sekaligus menjadi saksi bisu tentang susah-senang, dukacita-sukacita derita-bahagianya hidup.
Aku pun jadi teringat ungkapan bijak, "Jangan pernah bermain-main dengan api, jika tak ingin terbakar, jangan pula bermain-main dengan air, jika tak ingin basah".
Jangan pernah bermain-main dengan hati, jika tak ingin disiksa oleh pedih dan perihnya.
Jangan pernah mempermainkan hati, apalagi menyakitinya jika tak ingin disakiti.
Dan ketika mencintai seseorang namun tak mampu membuatnya tertawa, cukupkan saja membuatnya tersenyum dan tidak terluka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H