Hari-hari dalam lembaran hidupku, aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuknya yang aku miliki. Mungkin akulah satu-satunya orang yang masih setia menyanyikan lagu-lagu lawas tentangnya dan tidak ingin semua serpihan kenangan yang tertinggal di pucuk jiwa, lekas pergi begitu saja tanpa menarik dan menyimak makna cinta dan kerinduan di dalamnya.
Aku juga ingin-bila mungkin-satu kesempatan saja ketika aku rapuh dan terkapar tak berdaya, ketika semua mimpi-mimpiku dan jawaban terhadap semuanya ini belum tersibakkan, dia datang sebagai lilin-lilin kecil yang memancarkan seberkas cahaya dalam kehangatan hingga akhirnya aku bisa menikmati keabadian kedamaian.
Semua kisah yang pernah diceritakan suara angin di padang, dan hujan di atas pijakan bumi, selalu aku taruhkan pada gulungan kitab hari-hari terindahku yang paling sempurna. Ya, mungkin memang waktu belum berpihak padaku yang dulu bersama-sama mencipta dan mensyairi kenangan bersama. Memang, acapkali aku menganggap semua yang berlalu itu berlalu saja, bukan karena buruk atau menyisakan duka dan luka, tetapi semata-mata karena semuanya telah berlalu, tetapi paling tidak aku bisa belajar dari semuanya itu, sebagaimana pengalaman adalah guru terbaik yang mendidik menuju kedewasaan dan kematangan diri.
Aku tahu, dunia ini masih terlalu luas untuk bisa aku pahami semuanya. Namun, aku sadar, meskipun dunia ini penuh dengan cerita yang hilang, tetapi dunia ini juga penuh dengan kemenangan atas kisah-kisah yang hilang itu. Seumpama, harum semerbak aroma melati tak lekas perpaling meskipun musim hujan belum tiba. Sebab, aku mencintainya dalam keheningan tanpa kata-kata lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI