Saya teringat sekitar tahun 2006 yang lalu ada rombongan petani dari Indonesia mengadakan kunjungan magang ke Thailand.Dalam kegiatan magang tersebut, ikut seorang teman saya sesama petani dari Sumatera Barat.Ada kejadian yang diceritakan teman saya tersebut yang cukup menggugah perasaan saya selaku petani, yaitu pernyataan dari seorang petani dari Thailand yang menyambut rombongan petani dari Indonesia : “Kok sekarang terbalik ya, dulu kami yang belajar ke Indonesia, kok sekarang anda yang belajar ke sini ya?!”
Kalau dilihat sejarah perkembangan bangsa ini, memang dulu Indonesia merupakan negara tujuan pembelajaran dari beberapa negara terutama negara-negara ASEAN untuk beberapa bidang termasuk pertanian.Namun sejalan dengan waktu, ternyata mereka merupakan ‘murid’ yang baik yang dapat mengembangkan ilmu yang mereka peroleh yang ‘dulu’nya didapat dengan belajar ke Indonesia selaku ‘guru’.Pertanyaan tadi sebenarnya cukup untuk membuat kita berpikir ‘kenapa’ bangsa kita dengan potensi yang begitu besar terlalu lambat untuk maju dan berkembang.
Setelah melakukan beberapa diskusi, kami memperoleh kesimpulan bahwa untuk kemajuan perlu adanya konsistensi antara pola pikir, pola sikap, dan pola tindakan.Secara pola pikir mungkin kita sudah dapat dikatakan mampu untuk maju tapi itu saja belum cukup merealisasikan mimpi kita untuk maju.Butuh konsistensi dalam bersikap yang nantinya menentukan juga konsistensi pola tindakan kita.
Untuk bidang pertanian, mimpi kita untuk maju sudah sangat didukung dengan pola pikir yang bagus sehingga kita sudah mampu melahirkan begitu banyak regulasi dan tata aturan yang jelas yang dapat mendukung kemajuan bidang ini.Namun tetap hasil di lapangan tidak dapat ditemukan keberhasilan terutama yang dirasakan oleh para petani selaku pelaku aktif dunia pertanian.Kenapa?Karena semua itu tidak diiringi dengan pola sikap dan pola tindakan yang seharusnya konsisten.Banyak penerapan regulasi dan tata aturan tersebut di lapangan malah kita sendiri yang menghancurkannya, seperti pelaksanaan suatu kegiatan bantuan kepada kelompok tani, secara administrasi dan aturan sudah bagus namun pelaksanaan di lapangan tidak konsisten dimana para petugas di lapangan malah berusaha untuk memperoleh ‘bagian’ dari bantuan tersebut.Petani secara langsung tidak akan keberatan karena dengan diberi bantuan saja mereka sudah senang dan tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu kalau bantuan mereka sudah dipelintir untuk kepentingan oknum di lapangan.
Di lain kasus, banyak penelitian yang dihasilkan oleh perguruan-perguruan tinggi pertanian yang memberikan banyak harapan untuk kemajuan pertanian ini, namun kenapa begitu sulit untuk diterapkan oleh petani sehingga dunia penelitian terasa begitu jauh jaraknya dengan dunia petani secara nyata.
Jadi, seorang ‘guru’ tidak akan selamanya jadi guru apabila sang guru TELAH berhenti untuk BELAJAR terutama BELAJAR SECARA KONSISTEN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H