Mohon tunggu...
mario holasan lubis
mario holasan lubis Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just a simple man

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Budaya Serba Tandingan

4 Desember 2014   17:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:04 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

kata-kata tandingan akhir2 ini menjadi kata2 yang sangat sering muncul baik di media masa atau pun di media sosial2, apakah ada yang salah dengan pola pikir masyarakat kita dewasa ini? atau terlalu berlebihan kah sebuah produk yang dinamakan reformasi tersebut? atau memang ini yang di harapkan dari reformasi bisa berbicara apa saja dan membuat organisasi tandingan dengan dalih atau alasan demi kebaikan bersama, terkadang saya suka heran dengan maksud kata2 "bersama" itu sendiri entah si tokoh bermaksud "bersama" dengan rakyat atau konstituennya atau "bersama" kelompok yang setujuan dan sekepentingan.

budaya politik para elite mulai merambah ke kader2 dibawahnya atau organisasi2 yg ada dibawahnya yang membuat tontonan yang tidak kalah menarik dari sinetron2 yang ditayangkan pada jam2 prime time, seperti tidak ada lagi etika antar tokoh yang saling menjelekkan dan menyalahkan pihak lawan atau pun pihak2 tertentu, yang kalo dilihat lagi ke beleakang mungkin mereka pernah dekat atau lebih akrab lagi seperti layaknya orang bersaudara, kawan menjadi lawan dan lawan pun menjadi kawan.

masyarakat pun yg dibawah hanya bisa menonton sambil berargumentasi sendiri2 dng pola pikir dan daya tangkap informasi masing2 yang sesuai dng kemampuannya, dan tanpa sadar banyak friksi2 kecil terjadi diantara mereka karena mereka mengidolakan salah satu tokoh tertentu yang menburut mereka itulah yang terbaik berdasasrkan informasi yang mereka dapat dari media2 yang ada saat ini yang mereka mampu raih tanpa bisa lagi melihat dengan jelas apa yang sebenarnya telah terjadi dalam sebuah pertarungan politik.

budaya yang terjadi saat ini di indonesia adalah saat yang menang merasa lebih dari yang kalah dan yang kalah pun akan mempersiapkan cara agar bisa mengalahkan sang pemenang dan hal ini akan terus berulang ulang terjadi di para elite negri ini, jangan hal pribadi sang tokoh yang di idolakan ini membuat para pengidolanya jadi bermusuhan dng saudaranya atau temannya sendiri yang mengidolakan tokoh lawan.

bangsa ini terlalu besar kalo hanya untuk memikirkan saling menjatuhkan lawan yang notabene saudaranya sendiri, masih banyak cara yang baik untuk mengelola persoalan bangsa ini agar bisa menjadi bangsa yang besar, berdaulat dan mandiri, saya tidak ingin memasukan agama di persoalan ini karena letak agama dan kepercayaan lebih tinggi dari ini semua dsan tidak etis membawa2 agama dalam persoalan kekuasaan walaupun banyak org yang bilang agama dan politik tdk boleh di pisahkan tapi bagi saya pribadi hal itu tidak bisa di satukan.

banyaknya hal2 yang bersifat dan berbentuk "tandingan" ini karena kekecewaan sekelompok orang yang berada dibawah payung yg sama dan membuat terhambatnya tujuan dari organisasi maupun lembaga itu sendiri karena tidak kepuasaan salah satu kelompok dng kelompok yang lain, tapi apakah pantas semua itu di pertontonkan kepada masyarakat banyak dan mengajarkan secara tidak langsung kalo kelompok yang lebih dominan bisa berbuat semaunya dan kelompok minoritas harus melawan dengan segala cara baik yang konstitusional maupun yang inkonstitusional.

apakah hal ini yang mau di ajarkan kepada generasi muda kita , kalo kalah buat lah tandingannya dan kalo menang buat lah sesuka2nya, karena saya percaya saat ini generasi muda sebagian bisa melihat perilaku para elite yg sedang beradu kuasa tanpa malu2 lagi mengucapkan kata2 yg kurang mendidik utk org2 yg awam terhadap politik.

saya cuman berharap para elite mulai lah melihat jauh ke depan hal2 yang baik dan berguna bagi rakyat indonesia ini karena tinggal menunggu waktu saja kalian akan tergantikan oleh genrasi yang lebih muda, dan apakah yang kalian mau tinggalkan di buku sejarah kelak

maaf kalo tulisan saya terlalu naif tapi itulah yang ada di kepala saya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun