Mohon tunggu...
Mario Reyaan
Mario Reyaan Mohon Tunggu... Ilmuwan - MSP, FPIK, UNPATTI

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Untuk Membangun Maluku, Pemerintah Provinsi dan UNPATTI Haruslah Berkolaborasi

11 November 2018   23:45 Diperbarui: 11 November 2018   23:55 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"Lautan yang menyatukan kita, bukan memisakan." (Joko Widodo). Demikianlah ungkapan Presiden RI ke-7 dalam sebuah pertemuan yang menghadirkan para petinggi ASEAN. Pada era kepemimpinan Jokowi-JK, sektor kelautan mendapatkan perhatian khusus dalam proses pembangunan di Indonesia. 

Hal ini tentu saja menjadi sebuah tindakan yang tepat jika melihat luas wilayah NKRI 96.079,15 km2 adalah laut atau sekitar 81% dari total luas wilayah Indonesia secara keseluruhan. Perhatian khusus kepada sektor kelautan ini dibuktikan dengan program tol laut yang terdistribusi dari pulau Sumatera hingga Papua. Tol laut menjadi salah satu bukti kinerja Jokowi-JK dalam upaya membangun Indonesia yang adalah negara kepulauan.

Berbicara tentang Indonesia sebagai negara kepulauan agaknya terasa kurang lengkap jika kita menyampingkan Maluku. Ya, salah satu provinsi di Indonesia bagian Timur ini merupakan provinsi kepulauan terbesar di Indonesia. Dengan luas wilayah total sebesar 712.479,65 km2 dengan 92,4% (658.294,69 km2) adalah wilayah laut, Maluku seperti menjadi miniatur Indonesia. 

Dengan wilayah laut yang puluhan kali lebih luas dari wilayah daratan, Maluku tentu punya sumberdaya alam yang melimpah yang harusnya dikelola secara baik, benar dan berkelanjutan. Luasnya lautan Maluku tersebut kemudian dihiasi dengan 1400 pulau yang terdiri dari empat pulau besar (pulau Seram, Buru, Yamdena dan Wetar) dan sisanya adalah pulau kecil, baik yang sudah diberi nama maupun yang belum diberi nama. Baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni.

       Tidaklah terlalu sulit untuk mencapai sebuah kesepakatan bahwa Maluku memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat melimpah. Melimpahnya sumberdaya alam Maluku dibuktikan dengan total nilai ekspor hasil pertanian sebanyak 29,01% dan hasil perikanan dan kelautan sebanyak 30.76%. Sayangnya,hasil-hasil tersebut belum mampu mendongkrak naik tingkat kesejahteraan masyarakat Maluku yang tergelincir jauh sebagai provinsi termiskin ketiga dari jumlah 34 provinsi di Indonesia.
       Ada apa dengan Maluku yang kaya dengan sumberdaya alamnya namun masyarakatnya miskin? Jawabannya terlalu sederhana, karena Maluku tidak
memiliki potensi sumberdaya manusia yang cukup dan tersebar luas seperti sumberdaya alamnya. Meskipun cukup, sumberdaya manusia yang berkualitas umumnya berada pada satu daerah tertentu seperti di Kota Ambon sebagai ibu kota provinsi. Menumpuknya sumberdaya manusia Maluku pada suatu daerah tertu menyebabkan pemerintah memusatkan perhatiannya pada daerah tersebut, sedangkan daerah-daerah lain dijadikan seperti 'anak tiri' dalam proses pembangunan.
        Melihat hal tersebut, rasanya dalam proses perjalanan membangun Maluku
menjadi 'pincang' diakibatkan kondisi sumberdaya manusia tidak seimbang
dengan keadaan sumberdaya alamnya. Apakah masih ada cara agar Maluku dapat
menjadi lebih baik lagi dengan membangun sumberdaya manusianya?


Pemerintah.
Pemerintah provinsi Maluku adalah yang paling pertama bertanggung jawab
untuk kondisi Maluku yang sekarang ini. Pemerintah sepertinya lalai dalam
melihat kondisi sumberdaya manusianya. Padahal, 1400 pulau beserta
masyarakatnya adalah bagian utuh yang tidak dapat dilepas pisahkan dari provinsi
Maluku. Hemat saya, ada dua hal utama yang mesti diperhatikan oleh pemerintah.
Pertama, membangun dan memperbaiki aksesbilitas ke daerah-daerah terpencil.
Masalah yang menyebabkan sehingga tidak terdistribusinya SDM Maluku ke
daerah-daerah terpencil adalah masalah aksesbilitas. Bagimana mungkin tenaga
pengajar dan kesehatan dapat tiba di tempat-tempat terpencil jika tidak
tersedianya pelabuhan. Misalnya, di daerah MBD yang nyaris hanya memiliki satu
pelabuhan. Padahal, kabupaten tersebut merupakan kabupaten kepulauan yang
beberapa pulaunya berbatasan langsung dengan Australia. Selain pelabuhan, jalan
aspal di daerah-daerah pedalaman mesti diperbaiki. Buruknya akses jalan aspal
membuat para tenaga pengajar dan kesehatan di daerah terpencil harus  berjalan kaki sangat jauh untuk dapat mencapai daerah tempat mereka ditugaskan. Hal
tersebut sebagaimana terjadi di salah satu Desa di Kabupaten Buru Selatan.
Kedua, lebih memperhatikan kesejahteraan tenaga-tenaga pendidik, kesehatan dan
semua SDM Maluku yang ditugaskan ke daerah-daerah terpencil. Hampir semua
SDM Maluku yang bertugas pada daerah terpencil mengeluh akibat kesejahteraan
mereka tidak sesuai dengan pekerjaan mereka yang terlampau berat. Berjalan kaki
dari satu desa ke desa yang lain tanpa tahu bahaya apa yang akan mengahadang
mereka dijalan demi mencerdaskan dan menjaga kesehatan masyarakat yang
tersebar luas pada pulau-pulau, namun gaji mereka terlampau kecil. Belum lagi
masalah akses yang membuat mereka kadang mengalami keterlambatan gaji atau
yang lainnya.


Universitas Pattimura.
Lembaga pendidikan yang telah berusia lebih dari setengah abad ini tentu menjadi suatu bagian yang tidak dapat dilepas pisahkan dalam soal membangun SDM Maluku. Pasalnya, UNPATTI telah menghasilkan ribuan SDM Maluku dalam bidang yang berbeda-beda. Kualitas lulusan Universitas terbaik di Maluku ini memang tak diragukan kualitas lulusannya. Sayangnya, lulusan dari Universitas Pattimura umumnya akan memilih keluar dan membangun daerah lain ketimbang daerahanya sendiri. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan karena Maluku tidak menjamin masa depan anak negerinya sendiri. Banyak sekali SDM Maluku yang memilih pindah dan bekerja ditempat lain yang dapat membantu dan menjamin kesejahteraan mereka, seperti Provinsi Papua dan Papua Barat. Meski demikian, yang patut diapresiasi dari Universitas Pattimura adalah mereka menekankan agar setiap lulusannya mampu mengelolah sumberdaya alamnya sendiri. Hal ini membuat para lulusan UNPATTI akan memilih untuk menjadi seorang pengusaha
pada bidang yang ditekuninya, ketimbang menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang 'bergatung' pada pemerintah.

       Jika kita melihat realitas kedua unsur (Pemerintah Provinsi Maluku dan
UNPATTI) tersebut, maka bukanlah hal yang sulit untuk dapat mewujudkan Maluku menjadi lebih baik lagi dari sektor SDM-nya guna menyeimbangi SDA di provinsi seribu pulau ini. Hal tersebut dapat saja diwujudkan dengan mengkolaborasikan kedua unsur tersebut. Tindakan tersebut dapat dimulai dengan tindakan sederhana namun berdampak luas bagi seluruh masyarakat Maluku.
      Pertama, pemerintah harus bekerjasama dengan UNPATTI untuk memperbanyak
beasiswa untuk anak-anak yang berada pada pulau-pulau terpencil. Beasiswa
tersebut diperutukan bagi anak-anak pada daerah terpencil agar dapat mengecap
pendidikan pada Universitas terbaik di Provinsinya. Hal ini agar UNPATTI bukan
hanya tempat belajar anak-anak dari kalangan ekonomi menengah keatas,
namun juga kebawah.
       Kedua, memperhatikan dan mendistribusikan para lulusan UNPATTI. Hal ini dilakukan agar Maluku dibangun oleh anak negerinya sendiri, bukan orang lain sebab dalam setiap hati anak Maluku, mereka selalu ingin membangun di 'rumah'
sendiri. Dengan terdistribusinya lulusan UNPATTI ke daerah-daerah terpencil,
mereka akan sangat mudah diterima oleh masyarakat sebab memiliki budaya dan ciri khas yang sama. Sama-sama membangun kepulauan. Disamping itu, pendistribusian tersebut menyebabkan SDM Maluku tersebar luas sehingga tidak menumpuk pada satu daerah atau memilih berkarya di luar provinsi Maluku.
      Hemat saya, kolaborasi dari pemerintah dan UNPATTI adalah jawaban
untuk membangun SDM Maluku guna mengimbangi SDA-nya yang melimpah.
Ketika pemerintah sudah membangun akses dan mendistribusikan lulusan
UNPATTI pada 1400 pulau di Maluku, maka rasanya kita semua akan sepakat
dan menjadi contoh dari pernyataan Presiden Jokowi "lautan yang menyatukan
kita, bukan memisahkan.". Selain itu, dengan terdistribusinya para lulusan
UNPATTI, entah tenaga pendidik, teknik, kesehatan, pertanian, perikanan dan
kelautan pada daerah-daerah kepulauan, maka sumberdaya alam yang berada
disana dapat dikelolah secara benar dan berkelanjutan yang juga dapat
meningkatkan ekomoni masyarakat kepulauan. Selain itu, dengan demikian maka pulau-pulau terluar kita dapat dijaga. Tentu kita semua tidak menginginkan agar
kejadian Sipadan dan Nigitan terjadi untuk pulau-pulau di Provinsi Maluku.
       Akhirnya, saya ingin mengutip perkataan dari seorang filsuf Jerman bernama Hanns Jonas (1903-1993); "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga
akibat-akibat tindakanmu dapat diperdamaikan dengan kelestarian kehidupan manusiawi sejati di bumi." Mari bertindak dengan mengkolaborasikan kinerja Pemerintah dan Universitas Pattimura dalam membangun sumberdaya manusia Maluku yang berbudaya kepulauan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Dari katong, par katong, untuk SDM Maluku berbudaya
kepulauan yang lebih baik. Salam bahari.  Make Something Precious.

#Siput_Kecil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun