Namanya Glory, gadis yang tak jarang beradu dengan imajinasinya. Imajinasi yang membawanya masuk kedalam dunia khayalan. Otaknya terus saja berputar tanpa henti hanya untuk seseorang. Ia duduk di bawah blakon teras rumahnya, tiba-tiba jantungnya berdegub kencang. “Sial” desisnya pelan, berusaha menetralkan kembali kerja otaknya.
Glory menarik-narik pangkal hidungnya, kepalanya sedikit pusing, matanya terasa lelah. Bagaimana tidak lelah, seharian penuh kedua bola mata Glory seakan hanya melihat bayangan seorang teman baru bernama Leon. Perkenalan pertama mereka berlangsung ketika Glory menghadiri acara pernikahan Clara, sahabatnya.
“Iiiihhhh” Glory menghapus-hapus telapak tangannya dengan gemas. Kemudian ia menepuk-nepuk telapak tangan sebelah kanannya keatas meja.
“Hanya karena ini?” Glory membentak dirinya sendiri, masih menepuk-nepukkan telapak tangan sebelah kanannya keatas meja
“Oh yaampun” Glory berhenti menyiksa telapak tangan sebelah kanannya kemudian menyenderkan tubuhnya ke kursi sambil melengus lemas
“Apa dia penyihir? Kenapa otakku jadi kacau begini? Bahkan jantungku berdetak cepat seakan ingin copot. Ini tidak benar. Ini sungguh konyol” Glory berbicara pada dirinya sendiri sambil menepuk dahi. “Ahk, lama-lama aku bisa jadi gila kalau begini terus. Hanya karena telapak tangan ini?” Glory terus saja menyalahkan telapak tangannya. Entah sudah dengan berapa banyak orang Glory saling berjabat tangan tapi sepertinya kali ini telapak tangan itu sedang mengajak Glory bercanda ria bersama bayang-bayang Leon bahkan rasa rindu pun seakan tidak mau ketinggalan menggoda gadis bertubuh ramping itu.
Ini tentang rindu yang bersembunyi di telapak tangan Glory. Ya, hanya karena telapak tangan sebelah kanannya berjabatan dengan telapak tangan Leon, seorang teman baru yang sudah berhasil membuatnya merasa kacau. Padahal mereka baru sekali bertemu. Itu pun dalam waktu yang singkat, masih bisa di hitung dengan hitungan menit.
Ini aneh tapi nyata. Ini memang tidak masuk akal tapi nyatanya orang baru itu selalu menghantui pikiran Glory. “Apa ini rindu? Benarkah rindu? Rindu pada Leon? Rindu macam apa ini? Aku tidak mengenal baik dirinya. Kami hanya bertemu sekali, itupun di acara pernikahan Clara, hanya sebentar tapi kenapa seolah-olah aku merindukannya. Ini aneh tapi nyata, ini rasa rindu yang menggila” batin Glory terus berbisik, sambil memandangi telapak tangannya.
07 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H