Uighur adalah suku minoritas di wilayah Xinjiang, terletak di ujung Barat dan Barat Laut China. Suku uighur ini memiliki provinsi sendiri dengan status otonomi bernama Xinjiang-Uighur. Mayoritas suku Uighur adalah Muslim. “Uighur” artinya persatuan atau persekutuan. Awal mula masuknya Islam ke Xinjiang yaitu ketika masyarakat Uighur berperan sebagai perantara perdagangan antara China dengan Barat.[1] Interaksi dengan pedagang Arab, Persia, dan Turki itulah yang membuat masyarakat Uighur mulai mengenal dan memeluk agama Islam. Jumlah Muslim Uighur pada tahun 2011 sekitar 8 juta orang. Sedangkan jumlah umat Muslim di China pada tahun 2011 sekitar 20 juta orang dari total penduduk China yang berjumlah 1,3 Milyar. Jadi, Muslim merupakan minoritas di China.
Ada beberapa konflik yang terjadi antara Muslim Uighur dengan pemerintah China dan konflik etnis antara suku Uighur dengan suku Han. Awalnya karena wilayah Xinjiang memiliki nilai geopolitik dan geoekonomi yang tinggi, serta potensi sumber daya alam yang besar seperti minyak dan pertambangan lainnya, maka Inggris, Jepang, Rusia, dan China berusaha menguasai wilayah Xinjiang. Pada tahun 1940-an, muncul Republik Turkestan Timur di sebagian Xinjiang, dan banyak warga Uighur merasakan itu adalah hak asasi mereka. Tetapi pada tahun 1949 Xinjiang dinyatakan masuk menjadi bagian dari China. Kebencian itu memuncak saat masyarakat Uighur ingin memisahkan diri, tetapi hal ini dapat diselesaikan oleh Mao Zedong dengan mengirimkan tentara ke Xinjiang tahun 1949. Dan pada 1 Oktober 1955, secara resmi Xinjiang dijadikan provinsi dengan status daerah otonomi mengesampingkan fakta bahwa mayoritas penduduknya saat itu adalah suku Uighur.[3]
Letak Xinjiang yang strategis membuat penguasa China selalu menekan masyarakat Uighur dari masa ke masa. Ada beberapa bentuk diskriminasi dari pemerintah China terhadap Muslim Uighur, yaitu:
-Pada tahun 1990, pemerintah China melarang pembangunan masjid dan madrasah. Hal ini berujung pada konflik kekerasan antara umat Muslim di Xinjiang dengan pemerintah.[4]
-Pada tahun 1996, pemerintah China menerapkan kebijakan Srtike Hard yaitu memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, membatasi pergerakan orang, dan menahan orang yang dicurigai mendukung gerakan separatis.[5]
-Pada 5 Juli 2009 terjadi konflik kekerasan antara suku Uighur dengan suku Han di Urumqi, ibukota Xinjiang. Penyebabnya karena suku Uighur menolak pelarangan-pelarangan dari pemerintah China di Xinjiang dan adanya perbedaan perlakuan terhadap suku Uighur dan suku Han. Akibat peristiwa ini, 184 orang tewas, 1700 orang terluka, dan 1434 Muslim Uighur diculik dan dihukum oleh pemerintah China.
-Muslim Uighur dilarang berpuasa. Perusahaan swasta menawarkan makan siang selama bulan puasa kepada karyawan Muslim Uighur, bagi yang menolak untuk makan bisa kehilangan bonus tahunan bahkan pekerjaannya.Di sekolah-sekolah juga menyediakan makan siang selama bulan puasa dan melarang siswa dibawah 18 tahun untuk berpuasa dan beribadah. Pemerintah juga memaksa restoran untuk tetap buka sepanjang hari.
-Pemerintah China juga membatasi Muslim Uighur yang ingin beribadah ke masjid dan shalat jum’at berjamaah harus mendaftar dengan kartu identitas nasional mereka. Umat Muslim juga diminta menandatangani semacam surat tanggung jawab yang isinya berjanji untuk tidak berpuasa dan shalat tarawih atau kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadhan.[6]
-Muslim Uighur juga sulit untuk melaksanakan ibadah haji karena tidak bisa mendapat paspor. Proses pembuatan paspor dipersulit dan pemerintah China juga membatasi biro perjalanan haji.[7]
-Muslim Uighur sulit mendapatkan pekerjaan. Pada tahun 1949, suku Han di Xinjiang hanya sekitar 6%, tetapi saat ini meningkat menjadi 40%.Hampir semua perusahaan China lebih suka mempekerjakan suku Han daripada suku Uighur. Suku Han mendapat gaji empat kali lebih besar daripada suku Uighur padahal pekerjaannya sama.[8]
-Jumlah masjid dibatasi dan institusi keagamaan juga dibatasi secara ketat. Pemerintah juga memasang 17.000 kamera pengintai di Urumqi untuk mengawasi setiap kegiatan Muslim Uighur.
Berdasarkan teori kritik, ideologi digunakan untuk mencapai kekuasaan dengan menggunakan cara represif. Pemerintah China dengan ideologi komunis bersifat otoriter untuk mempertahankan kekuasaannya. Ideologi komunis yang dianut China juga ikut berperan dalam pengambilan keputusan dan cara pandang mereka mengenai masalah sosial. Dalam kasus Muslim Uighur ini, pemerintah China tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan, penculikan, bahkan membunuh Muslim Uighur yang melakukan protes atau menentang pemerintah. Tindakan tersebut dilakukan pemerintah China karena khawatir akan berkembangnya gerakan-gerakan separatis yang dapat menggoyahkan kekuasaannya.
Teori selalu ditujukan untuk seseorang dan untuk tujuan tertentu. Jadi, ilmu pengetahuan tidak mungkin bebas nilai, harus bersifat subjektif yaitu berpihak pada yang lemah. Dalam kasus ini, negara bersifat menindas dan pihak yang ditindas adalah Muslim Uighur karena mengalami ketidakadilan seperti pelarangan-pelarangan dalam melaksanakan kegiatan agama, penindasan, sulit mendapat pekerjaan, dan walaupun wilayah Xinjiang sangat kaya akan minyak dan hasil tambang lainnya, tetapi masyarakat Muslim Uighur tidak menikmati hasilnya. Selain itu, masalah lainnya yaitu konflik etnis antara suku Uighur yang merupakan minoritas dengan Suku Han yang merupakan suku mayoritas terbesar di China. Penyebabnya karena diskriminasi dari pemerintah China yang cenderung lebih meng-anak emaskan suku Han dan mengucilkan suku Uighur.
Oleh karena itu, teori kritik bertujuan pada emansipasi manusia, membebaskan manusia dari ketidakadilan dan penindasan. Caranya melalui revolusi secara damai. Masyarakat Muslim Uighur melakukan protes dengan demonstrasi secara damai, tetapi justru mendapat tindak kekerasan dari pihak militer China. Suara dan aspirasi Muslim Uighur yang ingin melakukan protes terhadap pemerintah China dibungkam agar tutup mulut, diancam, bahkan diawasi dengan kamera pengintai. Permasalahan Muslim Uighur ini tidak selesai-selesai karena pemerintah China hanya berfokus pada ekonomi, sehingga kurang memperhatikan masalah sosial. Konflik etnis antara suku Uighur dengan Suku Han juga menjadi masalah sosial yang termarjinalisasi.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah Muslim Uighur berdasarkan teori kritik adalah peran civil society (masyarakat madani) melalui aksi komunikatif yang bertujuan untuk emansipasi. Aksi komunikatif yaitu dibentuknya suatu dialog terbuka sebagai ajang komunikasi untuk mempertemukan berbagai kepentingan. Konsep ini disebut dengan model dialogis. Jadi, dialog terbuka dapat dilakukan antara masyarakat madani seperti aktivis, pelajar, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), ataupun organisasi Islam dari masyarakat Uighur dengan pemerintah China. Sehingga dapat dicari jalan tengah untuk menyelesaikan masalah antara Muslim Uighur, suku Han, dan pemerintah China agar tidak terjadi lagi konflik kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa.
[1]Anshari Thayib, Islam di China (Surabaya: Amarpress, 1991), h. 21-22.
[2]Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), h. 299-300.
[3]Michael Dillon, “Uighur tolak kebijakan Cina,” artikel diakses pada 5 Januari 2012 dari http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2009/07/090707_uighurbackground.shtml
[4]Anshari Thayib, Islam di China (Surabaya: Amarpress, 1991), h. 75.
[5]Michael Dillon, “Uighur tolak kebijakan Cina,” artikel diakses pada 5 Januari 2012 dari http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2009/07/090707_uighurbackground.shtml
[6]Djibril Muhammad, “Masya Allah, Muslim Uighur Cina Dilarang Puasa Selama Ramadhan,” artikel diakses pada 5 Januari 2012 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/08/09/lpmw0y-masya-allah-muslim-uighur-cina-dilarang-puasa-selama-ramadhan
[7]Djibril Muhammad, “Astaghfirullah... Muslim Uighur Dipersulit Pergi Haji,“ artikel diakses pada 5 Januari 2012 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/10/31/ltxiwe-astaghfirullah-muslim-uighur-dipersulit-pergi-haji
[8]“Jeritan Etnis Muslim Uighur,” artikel diakses pada 5 Januari 2012 dari internasional.kompas.com/read/2009/.../Jeritan.Etnis.Muslim.Uighur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H