Pernahkah anda menonton Criminal Minds? Salah satu trademark serial TV bertajuk kriminalitas dari Amerika Serikat ini adalah orang-orang yang melakukan kejahatan pada setiap kasusnya adalah orang-orang dengan gangguan psikologis tertentu.
Dalam salah satu episodenya, ada seorang remaja yang membunuh adiknya sendiri, kabur, dan mencoba untuk melimpahkan kesalahannya kepada ayahnya yang menderita gangguan kepribadian disosiatif (kepribadian ganda). Ketika ditemukan oleh para petugas FBI, remaja ini bertindak seakan-akan ia adalah korban. Ketika mengantarkan remaja ini ke rumahnya, salah satu petugas FBI menyadari bahwa remaja ini mampu melewati kamar adiknya tanpa rasa cemas, padahal adiknya baru saja meninggal. Ketika ditangkap, remaja ini sedang menodongkan sebuah pistol ke arah petugas FBI yang mengantarnya pulang dan, sekali lagi, berpura-pura menjadi korban, padahal sebelumnya ia sibuk mengancam petugas FBI yang sedang ia todong. Remaja ini mengidap gangguan kepribadian antisosial (Antisocial Personality Disorder).
Pemahaman orang banyak mengenai istilah ‘antisosial’ berbeda dengan yang sebenarnya. Kebanyakan orang menganggap bahwa orang yang ‘antisosial’ adalah orang yang tidak banyak bergaul dan lebih memilih sendirian. Pada kenyataannya, orang dengan gangguan kepribadian antisosial bukanlah orang seperti itu.
Memang, istilah antisosial bukanlah istilah yang sering digunakan. Istilah yang lebih sering digunakan untuk menjelaskan orang dengan gangguan kepribadian antisosial adalah ‘psikopat’ atau ‘sosiopat.’ Istilah ‘psikopat’ biasanya digunakan untuk menyebut seorang pembunuh berdarah dingin. Sebenarnya, belum tentu seorang psikopat adalah pembunuh berdarah dingin, dan belum tentu seorang pembunuh adalah psikopat.
Menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dari American Psychiatric Association (APA), orang dengan gangguan kepribadian antisosial tidak memedulikan, atau bahkan melanggar hak orang lain. Hal ini terjadi dimulai sejak masa kecil atau awal masa remaja dan berkelanjutan hingga masa dewasa. Namun, jika perilaku tersebut muncul pada orang yang menderita schizophrenia atau episode manik, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai antisosial.
Agar seseorang dapat didiagnosis mengidap gangguan kepribadian antisosial, orang tersebut setidaknya harus berusia 18 tahun dan memiliki gejala Gangguan Perilaku (Conduct Disorder atau CD) sebelum berusia 15 tahun. Conduct disorder meliputi perilaku melanggar norma sosial yang berulang dan menetap. Karakteristik perilaku spesifik dari conduct disorder dikategorikan menjadi empat: agresi terhadap manusia dan binatang, penghancuran properti, penipuan atau pencurian, atau pelanggaran aturan yang serius.
Pengidap gangguan kepribadian antisosial tidak memedulikan permintaan, hak, atau perasaan orang lain. Singkatnya, mereka memiliki sedikit empati. Mereka sering menipu dan mengontrol orang lain untuk kesenangan dan keuntungan pribadi. Namun, biasanya mereka adalah orang yang impulsif. Mereka tidak mampu merencanakan ke depan. Keputusan mereka ambil tanpa pikir panjang mengenai konsekuensi terhadap diri mereka sendiri, apalagi orang lain. Mereka juga tidak belajar dari pengalaman.
Pengidap biasanya adalah orang yang mudah marah dan agresif, dan seringkali terlibat dalam perkelahian atau kekerasan fisik, namun mereka melakukannya bukan sebagai bentuk perlindungan diri. Mereka juga tidak memedulikan keamanan diri sendiri atau orang lain. Orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial sangat tidak bertanggung jawab, misalnya mereka sering membolos kerja atau tidak pernah membayar hutang.
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial memiliki sedikit penyesalan. Jika mereka disalahkan atas sesuatu, mereka akan melakukan rasionalisasi yang dangkal, misalnya dengan mengatakan, “hidup itu nggak adil.” Mereka bahkan akan menyalahkan para korban mereka dengan mengatakan bahwa mereka bodoh, tidak berdaya, atau berhak menjadi korban. Jika mereka berhasil ditangkap, mereka mungkin akan berpura-pura merasa bersalah agar bisa lolos. Biasanya, orang-orang juga biasanya memandang para pengidap gangguan ini sebagai sosok yang mempesona. Mereka adalah orang-orang bermulut manis yang lihai dalam membuat orang memandang mereka secara positif.
Para pengidap gangguan ini juga mungkin akan mengeluhkan ketegangan, ketidakmampuan menoleransi kebosanan, dan depresi. Hal-hal ini mungkin telah diasosiasikan dengan gangguan kecemasan, gangguan depresif, gangguan terkait substansi, dan gangguan lain yang terkait dengan kontrol impuls. Mereka juga memiliki kepribadian yang menemui kriteria gangguan kepribadian lain, seperti histrionik, borderline, dan narsisistik.
Jika sebelum usia 10 tahun seseorang sudah memperlihatkan perilaku yang termasuk conduct disorder dan Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD), semakin besar kemungkinan seseorang mengembangkan gangguan kepribadian antisosial di masa dewasanya. Penyiksaan atau pengabaian pada masa kanak-kanak, pola asuh yang tidak stabil, atau peraturan dari orang tua yang tidak konsisten juga dapat meningkatkan kemungkinan conduct disorder berkembang menjadi gangguan kepribadian antisosial.
Sangat penting untuk membedakan antara gangguan kepribadian antisosial dengan perilaku antisosial dewasa, yaitu perilaku ilegal dan imoral, seperti mencuri, berbohong, dan berselingkuh. Perlu juga dilakukan perbedaan antara istilah ‘antisosial’ dan ‘kriminal.’ Istilah kriminal berlaku dalam sistem hukum dan bukan konsep psikologi. Meskipun demikian, banyak orang yang dipenjara memenuhi kriteria psikologis gangguan kepribadian antisosial. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak semua orang dengan gangguan ini adalah kriminal. Hal-hal yang menunjukkan gangguan ini mereka tunjukkan dalam hal-hal yang tidak dianggap melanggar hukum, seperti masalah pekerjaan dan agresivitas.
Mengapa seseorang bisa mengidap gangguan kepribadian antisosial? Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhinya. Yang pertama adalah faktor biologis. Pada orang dengan gangguan ini, terdapat berbagai abnormalitas pada otak, termasuk kecacatan pada lobus prefrontal korteks serebral, area otak yang mengatur kemampuan perencanaan aktivitas masa depan dan dalam mempertimbangkan implikasi moral dari perbuatan seseorang.
Ketika harus menginterpretasikan stimulus afektif, para pengidap gangguan ini menunjukkan responsivitas yang diubah pada bagian-bagian otak yang bertanggung jawab menginterpretasikan emosi. Mereka juga menunjukkan kecacatan dalam memproses stimulus emosional. Studi MRI juga menunjukkan bahwa mereka memiliki kesulitan dalam memproses informasi verbal abstrak. Abnormalitas-abnormalitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Studi mengenai faktor genetik menunjukkan bahwa ada faktor keturunan dalam kriminalitas dan psikopati.
Para peneliti menemukan bahwa anak-anak dengan orang tua yang memiliki sejarah gangguan kepribadian antisosial memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengembangkan gangguan ini, terutama jika mereka dibesarkan dalam lingkungan rumah adopsi yang merugikan. Namun, anak-anak yang tidak memiliki predisposisi biologis gangguan kepribadian antisosial memiliki kemungkinan kecil untuk mengembangkan gejala gangguan ini, meskipun mereka dibesarkan di tempat yang merugikan. Orang yang memiliki predisposisi genetik gangguan kepribadian antisosial lebih rentan terhadap disfungsi keluarga.
Yang kedua adalah faktor psikologis. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa gangguan ini disebabkan kekurangan neuropsikologis yang ditampilkan dengan pola belajar dan atensi yang abnormal. Studi fungsi hipokampus, area otak yang terlibat dalam proses belajar, menunjukkan kemungkinan adanya dasar biologis dalam kekurangan psikologis. Bukti yang menguatkan studi itu adalah studi lain yang menunjukkan disfungsi amigdala (bagian otak yang memroses emosi) pada laki-laki antisosial yang agresif.
Menurut response modulation hypothesis, psikopat tidak mampu memroses informasi yang tidak relevan terhadap tujuan mereka (Bernstein, Newman, Wallace, & Luh, 2000). Psikopat mampu belajar menghindari hukuman dalam mencapai tujuan mereka. Namun, jika perhatian mereka teralihkan, mereka tidak menghiraukan informasi yang dapat menghindarkan mereka dari konsekuensi.
Perspektif psikologis lain yang didasari oleh teori sosial kognitif memperhitungkan self-esteem yang rendah sebagai faktor penyebab gangguan ini. Sebagai anak-anak, orang yang mengembangkan gangguan kepribadian antisosial merasakan kebutuhan untuk membuktikan kompetensi mereka dengan melakukan perilaku agresif (Lochman & Dodge, 1994).
Yang ketiga dan terakhir adalah faktor sosiokultural. Anak-anak yang agresif lebih mungkin gagal di sekolah, terlibat dalam perilaku high-risk, termasuk kehamilan remaja, dan membahayakan anak-anak mereka karena kemiskinan dan pola asuh yang buruk (Serbin & Karp, 2004). Menurut Lykken (2000), banyak orang tua dari individu sosiopat yang terlalu terbebani, tidak kompeten, dan merupakan individu sosiopat juga.
Menurut DSM-IV-TR, gangguan kepribadian antisosial diasosiasikan dengan status sosial ekonomi yang rendah. Seringkali terdapat kekhawatiran adanya salah diagnosis dalam keadaan dimana perilaku yang tampaknya antisosial namun sebenarnya merupakan strategi untuk menyelamatkan diri. Maka dari itu klinikus harus memperhatikan keadaan sosial dan ekonomi di mana perilaku tersebut terjadi. Gangguan ini lebih umum terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Bagaimana cara kita mencegah perkembangan gangguan kepribadian antisosial? Pertama-tama, kita harus mengetahui apakah anak memiliki risiko mengembangkan conduct disorder, dan berpotensi mengembangkan gangguan kepribadian antisosial. Caranya adalah dengan memperhatikan orang tua yang berisiko, antara lain:
1. Orang tua dengan gangguan kesehatan mental lain, atau masalah obat-obatan atau alkohol yang signifikan.
2. Ibu yang lebih muda dari 18 tahun, terutama dengan sejarah penganiayaan.
3. Orang tua yang pernah tinggal di panti asuhan.
4. Orang tua dengan sejarah kriminal yang signifikan.
Saat mengidentifikasi orang tua berisiko, kita harus hati-hati agar tidak meningkatkan stigma yang berkaitan dengan intervensi atau meningkatkan masalah anak dengan memberi mereka label antisosial atau bermasalah.
Setelah itu, kita harus melakukan intervensi awal. Intervensi ini bertujuan untuk mengurangi risiko perkembangan masalah perilaku, dan gangguan kepribadian antisosial di kemudian hari. Intervensi ini harus diarahkan kepada orang tua dengan anak berisiko tinggi, yaitu anak-anak di bawah usia 1 tahun yang tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya dan memberi intervensi untuk meningkatkan kemampuan pola asuh yang buruk bagi orang tua dengan anak di bawah 3 tahun. Intervensi awal juga harus diberikan oleh ahli kesehatan dan perawatan sosial selama 6 – 12 bulan dan harus berisi program yang terstruktur dengan baik, dipimpin dengan baik, dan menargetkan beberapa faktor risiko, seperti pola asuh, perilaku sekolah, dan kesehatan dan pekerjaan orang tua.
Lalu, lakukan intervensi pada anak dengan masalah perilaku yang kurang dari 12 tahun dan keluarganya dengan melakukan program pelatihan atau pendidikan orang tua, baik berbasis kelompok atau individual, tergantung kondisi anak. Dapat juga dilakukan intervensi kognitif perilaku pada anak berusia 8 tahun ke atas dengan masalah perilaku jika anak tidak mau atau tidak bisa mengikuti program pelatihan orang tua. Untuk orang tua anak berusia 12 – 17 dapat digunakan program pelatihan orang tua.
Jika memperhatikan pembahasan mengenai gangguan ini, dapat disimpulkan bahwa pengidap gangguan ini tidak mudah berubah. Mereka tidak akan meminta pertolongan profesional secara sukarela. Kalaupun mereka mengikuti terapi, mereka mungkin melakukannya hanya untuk memberi kesan baik dari dirinya kepada hakim tanpa keinginan serius untuk berubah. Biasanya, orang dengan gangguan kepribadian antisosial akan mencari pengobatan untuk gangguan lain yang menyertai gangguan kepribadiannya, dan bukan untuk gangguan kepribadiannya.
Para ahli berpendapat bahwa para pengidap akan mengubah perilaku mereka jika mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Maka dari itu, tujuan dari terapi bukan untuk membantu para individu merasa lebih baik, tapi untuk membuat mereka merasa semakin buruk mengenai diri mereka sendiri dan situasi mereka. Untuk melakukannya, klinikus harus menggunakan pendekatan konfrontasional, menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kebohongan klien, sambil terus mengingatkan klien akan betapa egois dan destruktif terhadap dirinya perilaku yang dilakukannya. Terapi kelompok dapat membantu proses ini, karena feedback dari teman senasib memiliki dampak yang besar. Ketika proses terapi sukses, klien mulai merasa bersalah atas perilakunya, diikuti perasaan tidak berdaya yang diharapkan dapat membantu merubah perilaku. Namun, hasil yang positif sangat sulit didapat.
Salah satu contoh nyata dari gangguan kepribadian antisosial adalah kasus Ted Bundy, seorang pembunuh berantai dari Amerika Serikat. Ted Bundy, lahir dengan nama Theodore Robert Cowell di Vermont, 24 November 1946, harus menanggung status anak haram selama hidupnya, karena ia tidak pernah mengenal dan tidak pernah ingin tahu tentang ayahnya. Ia tinggal bersama kakeknya yang dikenal keras selama 3 tahun pertama hidupnya di Philadelphia. Lalu pada tahun 1951, ibunya menikah lagi dengan John Bundy.
Agresivitas Bundy sudah terlihat sejak SD. Bundy membenci guru kelas 2 SD-nya karena beliau pernah menghukumnya karena Bundy telah memukul seorang teman sekelasnya. Sebenarnya, selama sekolah Bundy dikenal sebagai anak yang pintar, selalu mendapat A untuk setiap pelajaran. Namun, Bundy lebih memilih sendiri. Karena pilihannya untuk menyendiri, Bundy sulit bersosialisasi dan tidak mau berpartisipasi dalam olah raga. Bundy yang menjadi ahli dalam bermain ski memalsukan tiket ski agar ia tidak perlu membayar ketika bermain ski. Hal ini mengindikasikan ketidakjujuran Bundy.
Pada tanggal 16 Agustus 1975, Bundy ditangkap. Sebelum penangkapannya, terhitung ada 19 kasus pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap wanita yang diduga ia lakukan. Bundy diadili atas tuduhan pembunuhan di Aspen, Colorado. Ketampanan, pesona, kecerdasan, dan selera humor Bundy berhasil membuat orang-orang disekitarnya percaya bahwa ia adalah orang yang spesial. Ia sangat kooperatif dan penangkapnya menghormatinya. Karena Bundy bersikeras ingin membela dirinya sendiri tanpa bantuan pengacara, penjara Aspen memperbolehkannya berjalan-jalan dengan bebas di perpustakaan hukum Aspen. Namun, Bundy memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur. Delapan hari kemudian, ia kembali ditangkap dan dijaga secara ketat.
Keahliannya dalam bidang hukum membantunya dalam menunda sidang berkali-kali. Selama penundaan tersebut, ia berhasil kabur lagi. Ia lalu berpindah-pindah tempat sampai akhirnya berdiam di Florida. Setelah melakukan 6 pembunuhan terhadap wanita, ia ditangkap lagi. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak merasa jera dan tidak memiliki kemampuan untuk merencanakan ke depan. Bahkan Bundy sendiri mengatakan pada tahun 1981, “Rasa bersalah tidak menyelesaikan apapun. Perasaan itu menyakitimu… kurasa aku berada dalam posisi yang membuat orang iri karena tidak perlu berurusan dengan perasaan bersalah.”
Bundy bersikeras bahwa ia tidak bersalah. Dalam pengadilan di Florida, ia kembali menggunakan pesona dan kecerdasannya di depan juri. Akhirnya, ia dijatuhi hukuman mati. Selama ia dipenjara, ia menggunakan keahliannya dalam bidang hukum untuk mempertahankan hidupnya selama 10 tahun. Bahkan selama di penjara, ia mendapatkan banyak tawaran untuk menikah, bahkan ia memiliki anak. Ia mati di kursi listrik pada tanggal 24 Januari 1989 di Florida.
Jika anda perhatikan cerita di atas, apakah Ted Bundy dapat dikatakan sebagai pengidap gangguan kepribadian antisosial?
Semoga artikel ini dapat membantu pemahaman para pembaca sekalian mengenai antisosial. Ingat, antisosial yang umumnya dipahami orang-orang artinya sangat jauh berbeda dengan arti antisosial yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association (2000) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision, Washington, DC : American Psychiatric Association.
Halgin, R. P., Susan Krauss Whitbourne (2010) Abnormal Psychology: Clinical Perspectives on Psychological Disorders, New York : McGraw-Hill.
Meyer, R. G. (2006) Case Studies in Abnormal Behavior, Seventh Edition, Amerika Serikat : Pearson Education, Inc..
Michaud, S.G., Hugh Aynesworth (2000) Ted Bundy: Conversations with a Killer, Texas : Authorlink Press.
National Institute of Health & Clinical Excellence (2010) Antisocial Personality Disorder: Treatment, Management and Prevention, Britania Raya : The British Psychological Society & The Royal College of Psychiatrists.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H