Mohon tunggu...
Marilyn Margan
Marilyn Margan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

hobi membaca dan music enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menakar Tingkat Kesadaran Masyarakat, Mengapa Banyak yang Enggan Berkonsultasi ke Dokter Gigi?

14 Juni 2024   14:12 Diperbarui: 14 Juni 2024   14:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kesehatan mulut seringkali diabaikan oleh banyak orang, meskipun memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan. Salah satu alasan utama mengapa banyak orang enggan mengunjungi dokter gigi adalah ketakutan. Trauma masa lalu, cerita horor dari teman atau keluarga, serta gambaran prosedur gigi yang menyakitkan di media, semuanya berkontribusi pada fobia yang mendalam terhadap perawatan gigi. Ketakutan ini seringkali diperparah dengan bunyi alat-alat gigi dan rasa sakit yang dirasakan sebelumnya.

Selain ketakutan, biaya perawatan gigi yang tinggi juga menjadi kendala utama. Banyak masyarakat yang merasa perawatan gigi adalah sesuatu yang mahal dan tidak terjangkau, terutama bagi mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Hal ini menyebabkan mereka memilih untuk menunda atau bahkan mengabaikan kunjungan rutin ke dokter gigi hingga masalah gigi menjadi serius. Kurangnya dukungan finansial memperparah situasi ini, membuat perawatan gigi menjadi beban yang berat bagi banyak orang.

Kurangnya edukasi tentang pentingnya kesehatan mulut juga menjadi faktor signifikan. Banyak orang tidak menyadari bahwa kesehatan gigi dan gusi memiliki hubungan erat dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Penyakit gusi, misalnya, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes. Edukasi yang kurang mengenai dampak-dampak ini membuat masyarakat cenderung mengabaikan perawatan gigi. Program edukasi yang lebih intensif dan menyeluruh sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Di beberapa daerah, terutama di pedesaan atau wilayah terpencil, akses terhadap layanan kesehatan gigi sangat terbatas. Jumlah dokter gigi yang sedikit dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai membuat masyarakat kesulitan mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Kondisi ini memperburuk tingkat kesehatan mulut masyarakat di daerah-daerah tersebut. Upaya peningkatan akses layanan kesehatan gigi di daerah terpencil harus menjadi prioritas untuk mengatasi kesenjangan ini.

Kebiasaan buruk seperti merokok, konsumsi makanan manis berlebihan, dan kurangnya kebersihan mulut yang baik juga berkontribusi pada masalah kesehatan gigi. Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa kebiasaan-kebiasaan ini dapat menyebabkan kerusakan gigi dan penyakit gusi yang serius. Kurangnya kesadaran ini membuat mereka enggan untuk melakukan perawatan gigi secara rutin. Penting untuk mengedukasi masyarakat tentang dampak buruk dari kebiasaan-kebiasaan ini.

Banyak orang beranggapan bahwa selama tidak ada rasa sakit atau masalah yang jelas, mereka tidak perlu pergi ke dokter gigi. Persepsi yang salah ini membuat mereka menunda kunjungan ke dokter gigi hingga masalah menjadi lebih parah dan membutuhkan perawatan yang lebih kompleks dan mahal. Mengubah persepsi ini memerlukan pendekatan edukatif yang kuat dan berkelanjutan.

Dalam beberapa budaya, perawatan gigi bukanlah prioritas utama dalam menjaga kesehatan. Faktor sosial dan budaya ini mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap pentingnya kesehatan mulut. Kampanye kesadaran kesehatan gigi perlu mempertimbangkan aspek-aspek budaya ini untuk lebih efektif. Menghormati dan memahami konteks budaya akan membantu dalam merancang program yang lebih relevan dan diterima oleh masyarakat.

Untuk meningkatkan kesadaran dan mengatasi hambatan-hambatan tersebut, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, profesional kesehatan, dan masyarakat. Program edukasi yang intensif, penyediaan layanan kesehatan gigi yang terjangkau, dan peningkatan akses di daerah-daerah terpencil sangat diperlukan. Mengatasi ketakutan melalui pendekatan yang ramah pasien dan penggunaan teknologi modern yang minim rasa sakit juga dapat membantu mengurangi fobia terhadap perawatan gigi. Dengan menakar tingkat kesadaran masyarakat dan memahami berbagai hambatan yang ada, kita dapat mengambil langkah konkret untuk meningkatkan kesehatan mulut secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun