Mohon tunggu...
Marifatul Imam Syabani
Marifatul Imam Syabani Mohon Tunggu... Mahasiswa - penulis abal-abal

Mari belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menunggu Penyair Pulang

8 Januari 2023   10:05 Diperbarui: 8 Januari 2023   10:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1998 aku mulai membiarkan
Berselang lama aku merasakan hentakan dalam dusta
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam
Kapan aku melaluinya dengan hormat?
Rasa kecemasan menghantui

Kertas putih usang
Berisi tulisan-tulisan aksara
Perlawanan dan doa
Rasa perih setiap kali dibaca

Aku tau Tuhan itu baik
Dan aku tau semua orang mengenalnya dengan baik
Orang tampan dan pemberani
Buronan dalam tempo yang bertingkat
Mata menjadi ancaman
Suara akan selalu dibungkam
Dan akan terus melahirkan bibit perlawanan

Kini semua itu hanyalah ingusan
Yang selalu menghantui setiap hari
Janji yang dikumandangkan
Tidak pernah bersuara dan selalu sepi
Aku rasa itu bukan aib
Kami semua menolak lupa

Kini genggamanku telah usai
Melihat anak-anakku tumbuh besar
Tapi, melihatmu kembali kapan?
Kini Tuhan telah menjemputku
Dan semoga kita tetap abadi dan menyala

Untuk Sipon
Dan Wiji Thukul

8 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun