Mohon tunggu...
M Arif Alamsyah Fitrian
M Arif Alamsyah Fitrian Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

saya adalah seseorang lulusan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. memiliki hobi menulis dan kritis terhadap kasus-kasus yang terjadi di Indonesia. saya berharap tulisan saya memberikan pandangan bagi anda semua.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pendidikan Karakter di Era Kurikulum Merdeka

10 Oktober 2023   15:30 Diperbarui: 10 Oktober 2023   15:51 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini kekerasan dalam pendidikan menjadi momok dan perbincangan hangat  di tengah masyarakat yang mengundang kekhawatiran, terutama bagi para Pendidik. Kekerasan di lingkungan pendidikan bukan hanya  dari satu pihak antara guru dan peserta didik, melainkan sebaliknya yang dapat membahayakan peserta didik hingga guru bahkan mengancam nyawa.

Tindakan-tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal yang  dilakukan di lingkungan  pendidikan di era 90 hiingga 2000 an dianggap sebagai hal yang wajar sebagai hukuman untuk mendisiplinkan dan memperkuat karakter peserta didik. Sebagai contohnya adalah memukul dengan penggaris kayu pada peserta didik yang bandel atau sulit diberi tahu. Selain itu juga melempar penghapus papan tulis ke peserta didik yang berisik atau yang ketiduran di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Pihak orang tua peserta didik pun mendukung akan hal tersebut.

Di era merdeka sekarang ini, fakta lapangan menunjukkan guru mendisiplinkan peserta didiknya dengan cara mencubit saja sudah dianggap sesuatu hal yang kriminal dan dapat dilaporkan ke pihak kepolisian. Kasus baru yang ramai diperbincangkan adalah peserta didik yang tidak terima diberikan nilai jelek oleh guru dan dianiaya hingga mengancam nyawa. Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadikan tempat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter peserta didik sesuai nilai-nilai pancasila justru tercemar karena kasus tersebut.

Bahkan, sebagian besar kasusnya terjadi karena peserta didik dimana orang tuanya menggangap hal tersebut sebagai sebuah kekerasan atau merendahkan harga diri tanpa mengetahui sudut pandang guru. Tidak segan juga, orang tua peserta didik mengkasuskan pihak guru kepada kepolisian sebagai bentuk ketidak terimaan atas perbuatan guru. Di lain kasus, guru yang mendapati peserta didiknya merokok di dalam lingkungan sekolah ketika jam belajar menindak peserta didik tersebut dan memanggil orang tuanya. Orang tua peserta didik datang dan mengketapel guru mengenai matanya hingga sekarang menjadi buta.

Sangatlah miris dimana kurikulum pendidikan sekarang ini yang membebaskan peserta didik dalam mengembangkan karakter dan potensinya justru menjadi bumerang bagi seorang pendidik. Lingkungan pendidikan sebagai media berkembang bagi guru dan peserta didik yang seharusnya aman dan nyaman menjadi sebaliknya. Traumatis pendidik dalam mengajarkan nilai moral dan budi luhur semakin menjadi-jadi. Bukannya saling merdeka, menjadi ketakutan tersendiri bagi guru dalam memerdekakan peserta didiknya. Guru menjadi takut untuk berbuat sesuatu untuk mendisplinkan peserta didiknya, kekerasan menjadi sangat sensitif di kalangan pendidikan dalam mendispilinkan dan memperkuat karakter peserta didik.

Dengan adanya kasus-kasus yang melibatkan guru dan siswa, apakah sistem pendidikan sekarang ini belum merata dan salah arti? Merdeka yang seharusnya dapat meningkatkan potensi dan minat siswa menjadi merdeka dalam memperlakukan guru semena-mena. sudah saatnya sebagai guru yang modern memahami merdeka bagi dirinya maupun siswa. Melalui guru yang memahami sikap pendidikan yang memerdekakan, dapat peran dalam mengsejahterakan dan mendukung siswanya. Memberikan tauladan yang baik bagi siswanya sesuai semboyan pelopor berdirinya pendidikan Indonesia yaitu, Ki Hajar Dewantara yang berarti memberikan contoh tauladan, memberikan ide atau gagasan yang membangun, dan memberikan bimbingan atau dorongan. Hal tersebut menjadi patokan bagi seorang pendidik yang memahami arti dari filosofi pendidikan Indonesia.

Guru harus menjadi orang tua bagi siswanya dalam hal membimbing, melindungi, dan menuntun. Keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik dalam melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi siswa. Jika keluarga di rumah kurang untuk melatih karakter dan kecerdasan budi pekerti siswa, maka sudah sepantasnya guru di sekolah melengkapi kekurangan penguatan sikap tersebut. Guru sebagai orang tua di sekolah menjadikan dirinya sebagai teladan, tuntunan, dan pengajaran bagi memperkuat karakter siswa.

Pendidikan selalu diingatkan bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Dimana kodrat zaman menekankan pada kemampuan di era Abad 21 sedangkan kodrat alam berisi tentang konteks tanggap budaya terhadap pembelajaran untuk menguatkan karakteristik yang berbeda di setiap siswa. Mengenai perspektif global, pengaruh budaya dari luar tetap harus difilterisasi agar tidak mengubah atau merusak alur kearifan lokal sosial budaya budaya Indonesia. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa mendidik siswa harus sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri, dari cara belajar dan berinteraksi yang berbeda dengan era 90'an dan 2000an. Sehingga tidak membawa prinsip mengajar di era lama ke dalam pembelajaran era baru.

Sebagai manusia indonesia, sudah sepantasnya memahami nilai-nilai kemanusiaan dan keanekaragaman latar belakang siswa. Di lingkungan pendidikan, karakter tersebut diwajibkan untuk diterapkan dan ditanamkan di dalam jiwa dan pikiran siswa. sikap nilai kemanusiaan Indonesia yang nantinya memberikan kesadaran bagi siswa terhadap nilai budi luhur dalam bersikap. Guru perlu menyikapi dalam memahami siswa terhadap karakter dan latar belakangnya, perlunya hukuman yang sesuai dan adil untuk mengatasi permasalahan siswa. dibalik semua ini, pentingnya peran orang tua dalam mengajarkan nilai kesopanan kepada anaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun