Sepakbola memang selalu menarik. Ia mampu menunjukkan 'dua sisi berbeda' yang berjalan beriringan, sesuatu yang paradoksal. Seorang pesepakbola dapat dipuja, serentak dicerca. Dicintai serentak dibenci, diagungkan serentak diabaikan.
Sepakbola pun kerap menyajikan drama, sama seperti kehidupan. Satu kesalahan kecil yang dilakukan dapat meruntuhkan semua kehebatan dan kegemilangan. Kehebatan seseorang dapat dilupakan secepat kilat, ketika sebuah blunder tak perlu akhirnya memberi kemenangan kepada lawan.
Menyedihkan? Tergantung, bagaimana Anda menilainya. Sepakbola telah menyediakannya, dan Alisson Becker baru saja mengalaminya.
***
Apa yang dapat diingat dari final UEFA Champions League 2018 (UCL 2018) di Stadion NSC Olimpiyskiy, Kiev?
Real Madrid memecahkan rekor? Mungkin 'tidak banyak' yang menyadari, tim ibukota Spanyol itu menjadi tim pertama yang menjuarai UCL tiga kali beruntun.
Sergio Ramos yang mendadak menjadi musuh sejuta umat pasca mencederai Mohamed Salah? Saya sendiri meyakini bahwa Ramos tidak sengaja melakukannya. Mungkin para haters Ramos yang mengingatnya momen ini dengan baik.
Tendangan salto Gareth Bale? Pemain bintang ini kerap kurang dihargai. Tidak banyak juga yang mengingat gol spektakuler ini. Hanya orang yang benar-benar menaruh respect terhadapnya yang membicarakan gol ini.
Bagaimana dengan blunder Loris Karius? Nah, saya yakin, semua orang pasti mengingatnya dengan baik, bahkan rupa wajah Karius yang berurai air mata selepas laga pun masih diingat dengan jelas!
Apa yang dialami kiper Liverpool di final ini ibarat drama menyedihkan, sekaligus menjadi anti-klimaks dari semua penampilan bagusnya sepanjang turnamen.