Mohon tunggu...
Maria Yulianti
Maria Yulianti Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

NIM : 43223110066 | Program Studi : Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Kejahatan Pada Pemikiran Teodisi

9 November 2024   20:37 Diperbarui: 9 November 2024   21:05 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : PPT Modul Dosen

sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
sumber gambar : PPT Modul Dosen
Istilah Teodisi, secara etimologis Theodicy berasal dari bahasa Inggris, yaitu Theodice, yang terdiri dari 2 suku kata, yaitu dari bahasa Yunani Theos yang artinya Tuhan dan Dike yang artinya keadilan. Oleh karena itu, teodisi merupakan kajian teologis dan filosofis yang berusaha membuktikan kemahatahuan, dan kemahakuasaan Tuhan atas semua makhluk. Dalam menjelaskan definisi teodisi, menurut Lorens Bagus, ia memberikan beberapa definisi dari istilah ini. Pertama, teodisi dapat diartikan sebagai ilmu yang dirancang untuk membenarkan cara Tuhan dalam menghadapi umat manusia. Kedua, teodisi adalah upaya membela keadilan Tuhan ketika Tuhan telah menentukan bencana alam dan membiarkan penderitaan, penderitaan, dan kejahatan manusia. Ketiga, sebagai bentuk upaya menciptakan kemahakuasaan Tuhan, kemahahadiran Tuhan selaras dengan adanya bencana alam, kejahatan, penderitaan, dan penderitaan.

Diskusi teodisi, pertama kali digagas oleh seorang filsuf modern Jerman bernama Gottfried Wilhelm Leibniz (1647-1716), "Theodicy Essay: On God's Goodness", The Freedom of Man, and The Origin of Evil". Penggunaan istilah teodisi memang dimunculkan oleh Leibniz tetapi isu tersebut sudah didiskusikan cukup lama sebelum 3 abad modern di zaman Leibniz yakni Epicuros. Akan tetapi, Filsuf Epicuros (341-270 SM) pertama kali membuat forum wacana diskusi pada isu semacam tersebut dengan menganjurkan dan menggunakan beberapa premis-premis yang bersangkutan dengan kehadiran Tuhan ditengah penderitaan. Pertama, Tuhan Maha Baik tetapi tidak Maha Kuasa, sehingga Dia tidak memiliki kemampuan dalam menegasikan penderitaan. Kedua, Tuhan itu Maha Kuasa tetapi Tuhan tidak Maha Baik, Dia tidak mau dalam menegasikan penderitaan. Ketiga, Tuhan Maha Baik dan tidak Maha Kuasa, sehingga penderitaan tetap eksis di mana-mana.

Kemudian G. Leibniz menegaskan kembali bahwasanya, manusia sungguh tidak dapat memahami dan menerima pada dunia yang terjadi adanya kejahatan serta penderitaan didalamnya. Sebab, manusia tidak begitu bisa dapat menyimpulkan dengan baik bahwa dunia harus ada tanpa kejahatan dan penderitaan, karena manusia tidak begitu mengetahui secara pasti bagaimana segala yang jahat dan derita ini melekat ada didunianya dan manusia tidak begitu mengetahui apakah jika kejahatan, keburukan, dan penderitaan itu lenyap, maka dunia akan lebih baik. Terkait penjelasan teodisi ala Leibniz tersebut, sebanarnya berangkat dari pengaruh pemikiran filsuf Agustinus. Salah satu pandangan Agustinus yang paling kuat pengaruhnya ialah berkaitan dengan kehendak bebas manusia dapat menggiringnya ke jalan yang salah yakni untuk melakukan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan dosa.

Berdasarkan pemaparan definisi di atas, maka Teodisi merupakan suatu permasalahan bagaimana manusia membela serta mempertahankan keyakinan bahwa Tuhan Maha Adil, namun bagaimanapun juga termasuk pada faktanya bahwa Tuhan itu adil. Menyangkal keberadaan adanya kejahatan dan penderitaan manusia tidak termasuk dalam wilayah Teodisi. Demikian pula pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Tahu, dan Maha Sempurna sebagai pencipta dan pemelihara dibumi dan dilangit (alam semesta), itupun sama sekali tidak masuk dalam alur pemikiran Teodisi. Namun, Teodisi merupakan pusat dari upaya filosofis manusia, mampu memahami dan menjelaskan keberadaan Tuhan dalam semua realitas yang ada, serta kejahatan dan penderitaan yang dialami dalam kehidupan manusia.

Konsepsi kajian teodisi lebih mempertanyakan keadilan akan kemahakuasaan Tuhan yang dilontarkan argumentasinya oleh John Hick. Ia mengatakan bahwa, apabila Tuhan memang benar Maha kuasa dan Maha Penyayang, seharusnya Tuhan mampu menghapuskan keburukan, kejahatan, dan kesengsaraan pada setiap hamba-Nya. Oleh karena itu, nyatanya manusia ditimpa suatu tragedi dan adanya kesengsaraan yang sering kali di anggap sebagai wujud keburukan. Maka dapat disimpulkan bahwa, Tuhan tidak mungkin Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Mengenai argumentasi tersebut lebih identic dengan mempertanyakan sifat Ar-Rahma, Ar-Rahim, dan sifat-sifat Tuhan.(Hick, 2004) Pembahasan konsep teodisi dalam ruang lingkupnya membahas masalah penderitaan atau hal-hal buruk yang dialami dan diterima oleh manusia, seperti akibat wabah Covid-19, bencana alam, kelaparan, dan penderitaan yang telah dikehendaki oleh Tuhan.

Konsepsi kajian teodisi lebih mempertanyakan keadilan akan kemahakuasaan Tuhan yang dilontarkan argumentasinya oleh John Hick. Ia mengatakan bahwa, apabila Tuhan memang benar Maha kuasa dan Maha Penyayang, seharusnya Tuhan mampu menghapuskan keburukan, kejahatan, dan kesengsaraan pada setiap hamba-Nya. Oleh karena itu, nyatanya manusia ditimpa suatu tragedi dan adanya kesengsaraan yang sering kali di anggap sebagai wujud keburukan. Maka dapat disimpulkan bahwa, Tuhan tidak mungkin Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Mengenai argumentasi tersebut lebih identic dengan mempertanyakan sifat Ar-Rahma, Ar-Rahim, dan sifat-sifat Tuhan.(Hick, 2004) Pembahasan konsep teodisi dalam ruang lingkupnya membahas masalah penderitaan atau hal-hal buruk yang dialami dan diterima oleh manusia, seperti akibat wabah Covid-19, bencana alam, kelaparan, dan penderitaan yang telah dikehendaki oleh Tuhan.

Teodisi dalam Peradaban Barat

Berdasarkan pandangan Epicurus, dapat diketahui bahwa perlunya pemaknaan lebih jauh mengenai kejahatan dan relasinya terhadap eksistensi Tuhan di realitas. Menurut Epicurus, Tuhan merupakan Sebab dari segala sebab yang tidak dibatasi oleh berbagai sistem dan pikiran manusia. Jika Tuhan dibatasi oleh sistem dan pikiran manusia, maka Tuhan memiliki batasan, sebagaimana mahluk-Nya, sehingga keberadaan Tuhan bersifat mutlak yang mengatur segala aturan dan sistem di realitas. Lebih lanjut, kejahatan merupakan sikap individu terhadap suatu peristiwa yang dipandang buruk oleh persepsi manusia. Epicurus menilai bahwa tidak semua kejahatan bernilai buruk dalam persepsi individu, seperti seseorang yang mencuri uang untuk menghidupi sekelompok masyarakat juga dipandang baik.

Pandangan Epicurus mengenai keburukan dan kejahatan telah memulai awal diskursus etika dalam peradaban filsafat barat. Aliran Utilitarianisme memandang bahwa suatu tindakan dipandang baik dan buruk berdasarkan impak yang dirasakan secara besar. Seperti pencuri yang mencuri uang seseorang untuk menghidupi sekelompok masyarakat dipandang baik oleh aliran Utilitarianisme. Sedangkan, Immanuel Kant, sebagai salah satu tokoh Deontologi memandang bahwa baik pada dirinya dipandang baik oleh persepsi individu dan buruk dipandang buruk pada dirinya. Seperti mencuri, membunuh, berkhianat, dan lain-lain dipandang buruk secara eksistensi konseptual.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keburukan dan kejahatan dalam pemikiran barat dipandang sebagai hasil persepsi individu yang memaknai suatu perilaku dan tindak berdasarkan impaknya di realitas. Dalam pembacaan Teodisi, sebagian pemikir barat; Utilitarianisme, Deontologis, dan Hedonisme Epicurus tidak menempatkan eksistensi Tuhan sebagai salah satu perkara mengkaji dan mendiskusikan keberadaan Tuhan.

Teodisi dalam Peradaban Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun