Trotoar merupakan aspek penting bagi para pejalan kaki. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, trotoar adalah salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas. Namun, pada kenyataanya, di Indonesia trotoar sudah tidak berfungsi bagaimana semestinya, sehingga mengurangi esensi dari keberadaan trotoar itu sendiri. Tidak sedikit kejadian yang kita lihat atau bahkan kita alami ketika macet, beberapa pengendara motor di sekitar kita memilih untuk memotong jalan dengan menggunakan trotoar sebagai akses jalan mereka.
Sebuah video di youtube berjudul TROTOAR BUKAN JALAN MOTOR #1 yang berdurasi sekitar 2 menit, memperlihatkan keadaan lalu lintas di jalan Jlagran Yogyakarta yang tidak kondusif. Karena macet, pengendara motor mulai menggunakan trotoar sebagai jalan alternatif mereka. Sehingga muncul perdebatan antara pengendara motor dan pejalan kaki yang merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Hal ini sebagai salah satu contoh, bagaimana pejalan kaki harus berjuang dalam mendapatkan haknya kembali, sebagai pengguna jalan yang mulai dikesampingkanoleh para pengguna jalan lainnya, khususnya para pengendara motor.
Pada April 2016, Pemerintah Kota DIY melakukan revitalisasi jalur pedestrian di daerah Malioboro. Pemerintah Kota DI Yogyakarta ingin membangun citra sebagai kota yang inklusif, dengan membangun jalur pedestrian yang ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini, menjadi langkah awal yang baik bagi Pemerintah Kota DI Yogyakarta dalam menyediakan fasilitas publik yang memadai bagi seluruh kalangan masyarakat.
Namun, nampaknya Pemerintah Kota DI Yogyakarta terlalu fokus pada pembangunan di area Malioboro saja. Sehingga, seolah lupa bahwa masih perlu adanya pembangunan infrastruktur di luar area Malioboro. Sebagai perbandingannya adalah trotoar di area jalan Babarsari, dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, trotoar tersebut masih belum layak digunakan oleh para pejalan kaki.
Sebagai potret yang lazim dijumpai di area Babarsari, adalah pengalihfungsian trotoar sebagai lahan parkir bagi taxi. Tidak hanya itu, namun beberapa orang menggunakan trotoar sebagai lahan untuk berjualan. Tidak jarang orang yang berlalu-lalang di sekitar area tersebut terpaksa mengalah dan membahaykan diri mereka dengan berjalan kaki di lajur yang dilalui oleh kendaraan. Tentunya, keadaan ini sangat memprihatinkan ketika, trotoar sebagai aksesibilitas bagi para pejalan kaki sudah bukan pada fungsinya lagi, dan tanpa kita sadari, potret keseharian yang sering kita temui ini menjadi hal yang lumrah.
Inilah yang membuat pejalan kaki menjadi kaum minoritas di jalan raya, sehingga seringkali hak-hak mereka sebagai pejalan kaki terampas oleh para pengguna jalan lainnya (Tirto.id). Trotoar sebagai hak pejalan kaki sudah diatur pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dalam Pasal 106 ayat (2), dikatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.
Diharapkan akan ada tindakan lebih lanjut yang diambil oleh Pemerintah Kota DI Yogyakarta dalam menangani infrastruktur di seluruh area Yogyakarta yang hingga saat ini belum memiliki trotoar yang memadai fasilitasnya baik itu kuantitas maupun kualitasnya. Tidak hanya berfokus pada pembangunannya saja, namun juga perlu bertindak tegas dalam menertibkan penggunaan jalan umum.Â
---
Sumber:
1. Nathaniel, Felix. 2017. Hak Pejalan Kaki di Trotoar yang Sering Terabaikan.Tirto.Id
2. Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009. Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan.