Tugas KD. 1 Pembelajaran Terpadu
1. Memahami latar belakang terjadinya pembelajaran terpadu
2. Memahami hakikat pembelajaran terpadu
Penulis : Maria Ulfah (X.7209056)- VII B
1. Memahami Latar Belakang Terjadinya Pembelajaran Terpadu
Upaya mencari bentuk- bentuk baru serta penyajian kurikulum yang selalu mengalami pembaruan dalam pembelajaran telah dilakukan sebelumnya seiring dengan perkembangan teknologi, budaya, dan, ilmu psikologi. Belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang aktif dan melibatkan pancaindra atau fisik dan psikis kita. Agar siswa mengalami proses belajar, maka guru harus merancang pembelajaran agar siswa ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Upaya untuk mengaktifkan siswa perlu dilakukan secara cermat, karena setiap individu mempunyai potensi yang berbeda- beda. Siswa pada usia sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini, sehingga pikiran, tubuh dan emosinya juga tumbuh secara berkembang menjadi satu keutuhan. Mereka mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana, sehingga proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Vars (1991) dalam Suprayekti mengatakan bahwa dengan adanya pendekatan terpadu, kurikulum yang dirancang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa, mangatasi masalah sosial di antara para siswa di kelas dan juga memantapkan penguasaan materi pelajaran. Banyak alasan yang mendorong penggunaan pembelajaran terpadu di kelas dengan mengemukakan berbagai alasan, namun ada juga yang masih mengikuti paham tradisional karena dirasa belum mendapatkan manfaat dari pendekatan terpadu itu sendiri.
Berawal dari kurikulum tradisional yang menempatkan seluruh mata pelajaran dipelajari secara terpisah- pisah, serta menekankan belajar tentang satu hal pada satu waktu dan terurut secara rapi dan bagus. Kemudian berkembang paham yang beralasan bahwa belajar yang terbaik adalah mengalami dan melakukan pekerjaan itu sendiri (aktif) sebanyak mungkin, bukan hanya menerima dan mendengarkan saja (pasif). Belajar yang baik adalah yang bersifat holistik, bukan sepotong- potong yang secara luas dan manusiawi bukan secara sempit.
Pembelajaran terpadu mengacu pada kurikulum terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Dengan memanfaatkan seluruh pancaindra merupakan kunci untuk belajar lebih menarik, lebih cepat, efisien, serta bermakna, kerena pada dasarnya untuk berfikir, belajar, dan mengingat tidak terbatas pada kepala saja naun juga tersebar ke seluruh tubuh.
Perlunya pembelajaran terpadu karena terdapat dua implikasi dari kondisi objektif (dalam Tim pengembang PGSD), yaitu:
1. Redefinisi belajar, dan
2. Redefinisi program pendidikan guru
Di dalam belajar tidak sebatas hanya memperoleh informasi saja, tetapi belajar untuk menciptakan, menumbuhkan, memberikan segala wawasan yang bermakna. Di dalam pembelajaran terpadu ditekankan pada tindakan nyata, bukan pada konsep dan teori serta bertolak pada suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna berarti, bahwa setiap keseluruhan itu memiliki makna, arti dan faedah tertentu. Keseluruhan merupakan suatu totalitas yang memiliki maknanya sendiri. Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.
2. Memahami Hakikat Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar- mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Pengalaman belajar (learning experience) adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan belajar (Asep Herry Hernawan, 2008). Menurut Tyler dalam Asep Herry Hernawan, pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula aktivitas guru memberikan pelajaran. Selanjutnya Asep Herry Hernawan menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa, (1) pengalaman disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, (2) pengalaman belajar harus memuaskan siswa, (3) setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa, (4) satu pengelaman belajar dapat mencapai beberapa tujuan berbeda.