[caption id="attachment_314959" align="aligncenter" width="480" caption="Peresmian SPBG -PGN oleh Menteri ESDM Jero Wacik, Pondok Ungu Bekasi (pic: metrotvnews.com)"][/caption] Mengidentifikasikan masalahbangsa tak perlu puluhan tahun kalau bisa dilakukan dalam satu hari. Berani turun ke lapangan, temukan titik masalah, lalu segeraeksekusi solusi dalam sebuah aksi tentunya adalah langkah cermat & pintar yang harus dikerjakan. Seperti kata Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo“ .. Negara kita kaya..ada uang, ya gak usah pusing-pusing, tinggal jalan aja..”
Setelah perbaikan dilakukan, hasil dari sebuah kebijakan yang berani pun terlihat. Ironisnya , justru banyak “pejabat terhormat” malah memilih “ngoceh” tak beraturan pada saat masyarakat justru kagum akan sebuah hasil kerja. Entahlah apa yang dipikirkan oleh “perwakilan rakyat itu” , saya pun sebagai orang awan yang memiliki gelar lebih pendek, cuma bisa berusaha menemukan titik temu pola pikir para kritikus dari berbagai sudut.
Wakil Gubernur Basuki Tjahja Purnama atau yang kerab disebut Ahok, begitu antusias untuk membangun Jakarta. Seperti biasa, Ahok bicara tanpa tedeng aling-aling. Menyadari kebutuhan masyarakat khusus di ibukota Jakarta,Ahok bersemangat untuk menambah bus Trans Jakarta yang berbahan bakar Gas ini.Tak perlu diskusi menahun, 1.000 (seribu) unit bus TransJakarta pun segera didatangkan.
Namun, semakin bertambahnya armada TransJakarta tentu menimbulkan kebutuhan akan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) dibanyak titik. Sayangnya, saat ini masih 11 SPBG yang sudah tersedia, sementara angka kebutuhan akan SPBG adalah sebanyak 45 Unit.
Mencari lokasi pembangunan SPBG tentu saja bukan hal yang mudah, karena itu Wagub Ahok dengan semangat mencoba meminta PERTAMINA untuk memasang pompa gas untuk TransJakarta di SPBU miliknya, namun apa yang terjadi? Ahok tak menduga ternyata permintaan itu DITOLAK MENTAH-MENTAH oleh Pertamina.
Apapun alasan Penolakan PERTAMINA , mari kita lihat seberapa pentingkah kebutuhan akan GAS bagi kehidupan kita.
FAKTANYA:
Masa depan kesehatan anak-anak Jakarta terancam buruk akibat penggunaan BBM bersubsidi (premium dan solar)
Taukah Anda ? konsumsi BBM bersubsidi hampir mencapai 9 juta liter per hari.1 Liter bensin saja bisa melepaskan 3KG karbon dioksida. Bisa dbayangkan berapa juta kilogramgas karbon dioksida terlepas di udara? Belum lagi partikel berbahaya lain seperti timbal dan sulfur (yang juga terkandung dalam bensin) yang terlepas di udara saat bersamaan.
Penelitian PPK -UI tahun 2001 (Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia) terhadap 400 orang anak Jakarta, 140 diantaranya kedapatan mengandung timbal (Pb) dalam darahnya. Kondisi ini menyebabkan anak-anak tersebut rentan terhadap penyakit seperti kerusakan sistem saraf, jantung dan metabolisme.
SOLUSI:
Konversi BBM ke BBG (Bahan Bakar Gas) kurangi polusi udara
Program konversi armada transport umum dari BBM ke BBG (Bahan Bakar Gas) yang bersih menjadi salah satu tindakan tepat dalam menyelamatkan masa depan anak-anak.
Keren-nya, Pemerintah Kota Jakarta sudah memulai program konversi armada bus transjakarta dari BBM ke BBG, serta menambah jumlah armada Bajaj Gas dan menambah 1.000 unit bus TransJakarta BBG.
Ini adalah salah satu dari sekian banyak upaya Gubernur Joko Widodo dan PGN dalam mewujudkan “Jakarta Kota Gas”, dan awal Mei 2013 yang lalu PGN mengeluarkanSPBG berjalan atau disebut MRU (Mobile Refueling Unit).
[caption id="attachment_314932" align="aligncenter" width="298" caption="Supir Bajaj Menyambut Gembira Kehadiran MRU-PGN (Pic: merdeka.com)"]
Tetap konsisten dukung konversi energi BBM ke Gas, pada tanggal 23 Desember 2013 PGN membangun SPBG pertamanya di wilayah Pondok Ungu, Bekasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan BBG kendaraan umum dengan sirkulasi wilayah Jakarta dan Bekasi.
Jika Pertamina meluncurkan produk Premium, Pertamax, dan Solar, PGN sendiri mengeluarkan produk yang diberi nama “Gasku” yang merupakan gas bumi untuk kendaraan.
Siapa PGN itu?
Banyak orang berpikir bahwa gas itu sudah pastilah diproduksi oleh pertamina. Padahal selama kurun waktu 50 tahun ini pemerintah memiliki badan khusus menangani gas bumi, yakni PGN (Perusahaan Gas Negara). Saat ini PGN bertanggung jawab membangun seluruh jaringan pipa gas bumi di Indonesia yang berkisar 6.000KM.
Ubah Paradigma: Ternyata Gas Bumi BUKAN Elpiji
1. Elpiji sebenarnya adalah produk sisa hasil proses minyak bumi sedangkan Gas bumi adalah gas yang diambil langsung dari cadangan gas alam.
2. Elpiji didistriusikan melalui tabung, sedangkan Gas Bumi disalurkan melalui pipa bawah tanah.
Itulah sebabnya mengapa tidak banyak masyarakat yang menyadari keberadaan gas bumi di kehidupan sehari-hari.
Jika dilihat dari produk yang dihasilkan antara Pertamina dan PGN, memang jauh berbeda. Namun, terlepas dari target dan keuntungan yang ingin dicapai oleh sebuah Perusahaan, bukankah kepentingan masyarakat haruslah menjadi yang terdepan?
Pastilah negara akan terlihat semakin baik ketika kedua BUMN ini bekolaburasi membangun bangsa. Gas bisa menjadi variasi produk yang tersedia dalam SPBU PERTAMINA, toh sama-sama Badan Usaha Milik Negara. Terlepas terjual atau tidak, tentunya semua tergantung pada pilihan masyarakat pengguna.
Jika bertujuan untuk menciptakan kebersihan kota demi mementingkan kesehatan masyarakat, tentunya amat pantas dan wajar, jika ternyata seluruh lapisan masyarakat menyambut baik kehadiran “Gasku” dari PGN ini
Karena adanya rasa nyaman dan sehat, maka merupakan hal yang mendesak jika titik-titik SPBG tersedia dengan segera, sehingga memudahkan armada melakukan pengisian bahan bakar gas dengan efisien.
Jika di negara tetangga sudah lebih dulu, kenapa kita harus selalu menunggu?
Energy For Life , Semoga negara ini semakin kompak..!
Written by Maria Citinjaks
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H